Hal ini karena sesar aktif tersebut tergolong sesar minor.
Hasil kajian seismotektonik oleh Badan Geologi juga menunjukkan bahwa secara umum Kalimantan jauh dari jalur sumber gempa.
Baca juga: Puluhan Tambang Ilegal Beroperasi di IKN Nusantara, Polda Kaltim dan Otorita IKN Bentuk Satgas
Sebab, pada zaman Neogen, yakni 23–0,05 juta tahun yang lalu, Kalimantan telah terkunci oleh Laut China Selatan serta jalur subduksi berpindah ke selatan Jawa.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) mencatat, sejak 1921 sampai sekarang telah terjadi gempa bumi di Kalimantan Timur yang cukup memakan korban.
Salah satunya yaitu gempa Sangkulirang tahun 1921 atau berkisar 200-300 kilometer dari kawasan IKN Nusantara dengan intensitas gempa VII MMI dan menimbulkan tsunami di Sekuran.
Kemudian tahun 1923 terjadi gempa Tarakan dengan intensitas gempa VIII MMI atau sekitar 600 kilometer dari IKN Nusantara dan mengakibatkan beberapa bangunan roboh dan tanah retak.
Dua tahun berselang, tahun 1925, terjadi kembali gempa di Tarakan yang mengakibatkan guncangan cukup kuat di Tarakan dan Luikas.
Selain itu, pada 1957 terjadi gempa di Balikpapan dengan lokasi berkisar 10-20 kilometer dari kawasan IKN.
Gempa dengan intensitas VI MMI tersebut bahkan sempat mengakibatkan tsunami di Pantai Balikpapan.
Patahan Sesar Maratua dan Sesar Mangkaliat
Ibu Kota Nusantara atau IKN Nusantara yang pindah ke Kalimantan Timur ( Kaltim ) ternyata masih menyimpan kerawanan bahaya geologi, diantaranya gempa.
Menurut ahli geologi yang juga Dosen Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Andang Bachtiar, ada patahan Sesar Maratua dan Mangkalihat yang membuat wilayah Kalimantan tidak bebas dari gempa.
Lokasi IKN Nusantara yang berada di wilayah Sepaku, Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegara, Kaltim masih memiliki sejumlah catatan terkait aspek geologi, khususnya daya dukung fisik.
Baca juga: Tangani 26 Kasus Tambang Ilegal, Kapolda Fokus di Sekitaran IKN Nusantara di PPU dan Bukit Tengkorak
Pemindahan IKN ke Kaltim saat ini tidak bebas dari bahaya geologi karena masih berpotensi banjir, gunung lumpur, tsunami longsor bawah laut, hingga dampak dari eksplorasi minyak dan batu bara.
Andang Bachtiar menjelaskan, aspek geologi memang bukan sebuah penentu utama kelayakan pindah atau tidaknya lokasi IKN Nusantara.