TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - BPJS Ketenagakerjaan Tarakan membenarkan sebanyak 17 Anggota DPRD Tarakan yang masuk list penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang dirilis Kemenaker RI.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Tarakan, Masbuki mengungkapkan, alasan 17 Anggota DPRD Tarakan masuk list penerima BSU karena di laporan BPJS Ketenagakerjaan tercatat upah di bawah UMK.
"Data itu dari BPJS Ketenagakerjaan diserahkan ke Kemenaker RI. Kemudian dilakukan verifikasi untuk kemudian ditransfer ke rekening penerima BSU. Kalau tidak ada nomor rekening melalui Kantor Pos," ucap Masbuki.
Masbuki menjelaskan, syarat penerima BSU, pertama merupakan warga negara Indonesia. Kedua, aktif menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan per April 2025.
Baca juga: Herman Kaget 17 Anggota DPRD Tarakan Masuk Penerima BSU, Agendakan RDP dengan BPJS Ketenagakerjaan
"Jadi kalau misalnya dia tidak aktif, tidak terdaftar, udah pasti enggak masuk di situ kan (penerima BSU)," ujarnya.
Ketiga sesuai Permenaker 5 tahun 2025 penerima BSU bukan ASN atau TNI-Polri. "Jadi terdeteksi secara profesi," katanya.
Dengan adanya permasalahan ini, BPJS Ketenagakerjaan Tarakan dapat mengusulkan perbaikan sistem untuk menyesuaikan upah 17 Anggota DPRD Tarakan agar dilaporkan ke BPJS Ketengakerjaan pusat.
"Sebenarnya kalau gajinya misalkan mereka menyesuaikan, ya bisa juga langsung tidak ada list itu kan. Upahnya dari UMK misalkan Rp 5 juta, Rp 6 juta, otomatis tidak ada list itu. Karena secara nasional kan lumayan banyak, tidak hanya ribuan," jelasnya.
Ia melanjutkan jika pemerintah mengatakan tidak berhak maka tidak bisa diterima. Kemarin kondisinya belum dilakukan penyaluran atau nama tersebut belum mengambil.
Baca juga: 17 Anggota DPRD Tarakan Masuk List Penerima BSU dari Kemenaker RI, Kantor Pos Konfirmasi Sekwan
Disinggung soal akan dipanggil DPRD Tarakan terkait permasalahan ini, BPJS Ketenagakerjaan Tarakan siap memberikan penjelasan kepada DPRD Tarakan.
"Ya kita sih, datang juga sih tidak apa-apa. silaturahmi, kita saling melakukan perbaikan data. Yang penting kan uang itu tidak diterima, baru ada di list saja. Informasi terakhir itu memang sudah tidak diterima, ditolak. Sesuai dengan aturan pemerintahan seperti itu. Kalau memang tidak merasa berhak, ya harus ditolak," tukasnya.
(*)
Penulis: Andi Pausiah