Pemkab Nunukan

Penanganan ODGJ di Nunukan Masih Terkendala, Pasien Rentan Kambuh Pasca Rehabilitasi

Kabupaten Nunukan kini dihadapkan pada tantangan serius dalam penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). 

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / FELIS
KENDALA PENANGANAN ODGJ  - Kepala Bidang Rehabilitasi DSP3A Nunukan, Parmedi, menyebut hingga November 2025, Dinas Sosial, Perlindungan Perempuan dan Anak (DSP3A) mencatat sekira 300-an pasien ODGJ, namun penanganannya masih terkendala keterbatasan fasilitas kesehatan jiwa dan minimnya dukungan lanjutan setelah rehabilitasi, Selasa (18/11/2025), siang. TRIBUNKALTARA.COM/FEBRIANUS FELIS 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Kabupaten Nunukan kini dihadapkan pada tantangan serius dalam penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa ( ODGJ). 

Hingga November 2025, Dinas Sosial, Perlindungan Perempuan dan Anak (DSP3A) mencatat sekira 300-an pasien ODGJ, namun penanganannya masih terkendala keterbatasan fasilitas kesehatan jiwa dan minimnya dukungan lanjutan setelah rehabilitasi.

Kepala Bidang Rehabilitasi DSP3A Nunukan, Parmedi, mengungkapkan bahwa persoalan terbesar justru muncul setelah pasien selesai menjalani rehabilitasi awal.

“Kami sering menghadapi kebingungan ketika harus menangani pasien yang sudah keluar dari tahapan rehabilitasi. Fasilitas lanjutan masih terbatas, sementara sebagian pasien tidak lagi disambut baik oleh keluarganya,” kata Parmedi kepada TribunKaltara.com, Selasa (18/11/2025) siang.

Baca juga: Dinkes Nunukan Dorong Deteksi Dini untuk Tekan Kasus ODGJ Kambuh

Ia menekankan pentingnya pemantauan pascarehabilitasi agar kondisi pasien tetap stabil.

"Kondisi mereka bisa membaik, tapi tanpa pengawasan rutin dan obat yang teratur, risiko kambuh tetap tinggi. Ada kalanya stok obat di fasilitas kesehatan menipis atau kosong, itu yang jadi kendala," ucap Parmedi.

Selain minimnya sarana pendukung, stigma masyarakat juga turut memperburuk situasi.

Parmedi menyebut banyak pasien yang sudah dinyatakan pulih justru kembali mengalami tekanan mental karena tidak diterima lingkungan sosial.

"Tahapan paling krusial sebenarnya setelah penanganan awal. Mereka butuh diterima, bukan dijauhi. Itu sangat menentukan keberlanjutan penyembuhan," tuturnya.

Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan bahwa ada sejumlah ODGJ ditemukan berasal dari deportasi Malaysia.

"Ada beberapa yang kita temukan berkeliaran di jalan, dengan kondisi tidak terurus. Setelah ditelusuri ternyata mantan deportan, dan saat ditawari untuk dipulangkan, mereka menolak, jadi situasinya cukup kompleks," terangnya.

Menurut Parmedi, DSP3A hanya berwenang pada aspek rehabilitasi sosial, sementara penanganan medis dan terapi lanjutan berada pada instansi kesehatan.

Baca juga: Basarnas Nunukan Kaltara Hentikan Sementara Pencarian Diduga ODGJ yang Lompat ke Laut 

"Kami selalu arahkan pasien pascarehab agar melanjutkan pengobatan di puskesmas atau klinik terdekat. Namun sering kali pengobatan terhambat karena obat yang tidak tersedia," ungkapnya.

Ia berharap ke depan ada perhatian serius mengenai penyediaan fasilitas khusus, mengingat Nunukan belum tersedia fasilitas lanjutan.

"Kami mendorong adanya koordinasi yang lebih kuat antarinstansi. Penanganan ODGJ tidak cukup hanya di tahap awal, tapi harus berkesinambungan," pungkasnya.

Penulis: Febrianus Felis

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved