Berita Malinau Terkini

Sidang Sengketa Pilkada Malinau, Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Jhonny - Muhrim

Pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum, Mahkamah Konstitusi tolak gugatan Jhonny - Muhrim.

Penulis: Mohamad Supri | Editor: M Purnomo Susanto
HO / Tangkapan Layar You Tube Mahkamah Konstitusi RI
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengucapan putusan sengketa hasil Pilkada Malinau, Rabu sore (17/2/2021). (HO / Tangkapan Layar You Tube Mahkamah Konstitusi RI) 

TRIBUNKALTARA.COM, MALINAU - Pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum, Mahkamah Konstitusi tolak gugatan Jhonny - Muhrim.

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan dan ketetapan sengketa hasil Pilkada Malinau 2020, Rabu (17/2/2021).

Gugatan tersebut diajukan oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Malinau nomor urut 2, Jhonny Laing Impang-Muhrim sebagai pemohon dan KPU Malinau sebagai termohon.

Baca juga: Komisi Pemilihan Umum Nunukan Bantah Dalil Pemohon di Mahkamah Konstitusi, Berikut 3 Bantahan

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tunda Sidang Sengketa Pilkada Malinau, Cek Agenda dan Jadwal Sidang Berikutnya

Baca juga: Kuasa Hukum Jhonny-Muhrim Bacakan Permohonan, Ini Substansi Gugatan Diajukan ke Mahkamah Konstitusi

MK telah menggelar dua kali sidang sengketa hasil Pilkada Malinau sejak gugatan tersebut diregistrasi dalam buku registrasi perkara konstitusi elektronik (e - BRPK).

Sidang pertama sengketa Pilkada Malinau digelar di Ruang sidang MK pada Kamis lalu (28/1/2021), dan sidang ke dua digelar pada Jumat (5/2/2021).

Sidang pengucapan putusan sengketa hasil Pilkada Malinau disiarkan secara daring dari Ruang sidang MK melalui siaran langsung You Tube Mahkamah Konstitusi RI.

Dalam pertimbangan hukum 9 hakim MK yang dibacakan oleh Ketua MK, Anwar Usman menetapkan pokok permohonan pemohon dinyatakan tidak dapat diterima.

MK berpendapat permohonan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, karena tidak memenuhi ambang batas selisih perolehan suara sesuai Pasal 158 UU 10/2016 tentang Pilkada.

"Bahwa permohonan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, karena tidak memenuhi ambang batas selisih perolehan suara," ujarnya dalam sidang tersebut.

Mahkamah mempertimbangkan eksepsi termohon mengenai kedudukan hukum pemohon yang dinilai tidak memiliki kedudukan hukum.

Sesuai ketentuan tentang selisih ambang batas perolehan suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah sebesar 2 persen dari total suara sah.

Dalam hal ini, 2 persen dikali 42.708 jumlah suara, yakni sebanyak 854 selisih suara.

"Bahwa perbedaan perolehan suara antara pemohon dan pihak terkait adalah 10.050 suara sehingga lebih dari 854 suara atau setara 23,5 persen," ujarnya.

Mahkamah menilai dalil-dalil permohonan pemohon tidak berdasar menurut hukum.

Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah berkesimpulan, eksepsi termohon berkenaan kedudukan hukum pemohon beralasan menurut hukum.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved