Berita Nunukan Terkini
5 Warga Sebuku Masih Berstatus Tersangka, PT KHL di Nunukan Akui Alami Kerugian Ratusan Juta Rupiah
5 warga Sebuku masih berstatus Ttersangka, PT KHL di Nunukan akui alami kerugian ratusan juta rupiah
Penulis: Febrianus Felis | Editor: Amiruddin
TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - 5 warga Sebuku masih berstatus tersangka, PT KHL di Nunukan akui alami kerugian ratusan juta rupiah
Manajemen PT Karangjoang Hijau Lestari ( KHL ) di Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, minta kepastian hukum terhadap lima warga Desa Bebanas yang dilaporkan kepada Polres Nunukan atas dugaan pencurian sawit pada 2020 lalu.
Hingga kini lima warga desa Bebanas itu masih berstatus tersangka di Polres Nunukan.
Belum lama ini, puluhan masyarakat Sebuku yang tergabung dalam aliansi masyarakat adat Dayak Agabag Kabupaten Nunukan mempertanyakan nasib dari 17 rekannya yang dilaporkan akibat tudingan mencuri tanaman sawit milik perusahaan PT KHL.
Baca juga: Pemkab Nunukan Akui 2 Kali Ajukan Permohonan HET Gas Melon, Muhtar: Pangkalan Jangan Nakal Lagi
Dari informasi yang dihimpun sebagian lahan yang warga tempati saat ini berada dalam konsesi HGU perusahaan PT KHL.
Masyarakat adat yang lahannya masuk dalam konsesi HGU PT KHL, yaitu sebanyak 5 desa, terdiri dari Desa Tetaban, Desa Bebanas, Desa Melasu Baru, Desa Sojau, dan Desa Lulu.
Manajemen Umum PT KHL, Nanang Haryjono, membantah melaporkan 17 warga Sebuku itu.
Ia mengaku hanya melaporkan 5 warga Desa Bebanas yang kerap kali mencuri tanaman sawit milik perusahaan.
"Kami laporkan 5 orang warga Sebuku, karena mencuri tanaman sawit kami. Ini murni pencurian. Sejak 2015 tanaman sawit milik PT KHL kerap kali dicuri oleh oknum warga Sebuku. Jadi kami tidak ada masalah dengan masyarakat adat di situ," kata pria yang akrab disapa Nanang kepada TribunKaltara.com, melalui telepon seluler, Sabtu (06/03/2021), pukul 14.00 Wita
Menurut Nanang, pihaknya sudah sempat memberikan kompensasi pengelolaan lahan kepada warga di desa Bebanas dan Sojau.
Kendati begitu, tiap kali panen buah sawit, warga sering mengambil secara diam-diam tanaman sawit milik perusahaan tersebut.
Baca juga: Terus Meningkat, Petani Rumput Laut Nunukan Akui Sudah 10 Tahun Gunakan Botol Plastik untuk Budidaya
"Kami sudah ada itikad baik untuk memberikan kompensasi pengelolaan lahan di Desa Bebanas dan Desa Sojau. Tapi setiap kali ada panen sawit ada saja warga yang curi. Semakin lama semakin banyak mereka ambil. Kadang 1 pikup itu bisa sampai 2 ton mereka ngambil.
Harga sawit sekarang sekira Rp1,8 ribu per kilo. Kami sudah nggak tahan, makanya kami buat laporan ke Polres Nunukan," ucapnya.
Bahkan, kata Nanang pihaknya sudah sempat melakukan mediasi bersama tokoh-tokoh masyarakat dan adat di desa Sebuku atas dugaan pencurian itu.
"Masalah ini sudah lama terjadi. Kami sempat mediasi bersama tokoh adat dan masyarakat di sana. Bahkan tokoh adat sendiri mengaku kalau tidak sepakat dengan adanya pencurian seperti itu. Soal HGU kan ada batas waktu, bukan dimiliki selamanya.
Perusahaan hanya mengelola tanah yang diizinkan oleh pemerintah. Izin PT KHL itu 32 tahun, sementara sudah berjalan hampir 10 tahun. Nanti juga lahan itu akan kembali ke pemerintah dan pasti kembali ke masyarakat desa itu juga," tuturnya.
Nanang jelaskan, PT KHL sudah ada di Sebuku sejak tahun 1998. Namun, baru memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan sebesar 20 ribu Ha sejak 2003 silam.
Lanjut Nanang, pihaknya sudah memberikan plasma untuk 19 desa di wilayah Tulin Onsoi dan Sebuku sejak 2009.
Baca juga: Mantan Ketua Koperasi di Nunukan Divonis 4 Tahun Penjara, Mengaku Uang Hasil Korupsi untuk Nyaleg
Namun, sebagian besar plasma itu dijual oleh warga setempat kepada pihak ketiga.
"Ada 19 desa kami berikan plasma. Untuk Sebuku itu ada sekira 8 desa yang kami berikan. Nah, sebagian besar plasma itu dijual kepada pihak ketiga. Itu kan sebenarnya tidak boleh dijual, karena kami berikan untuk membantu kesejahteraan masyarakat di sana. Lumayan satu desa bisa peroleh Rp30 juta lebih setiap bulan dari plasma itu," ujar Nanang.
Nanang kembali menepis adanya dalil dari aliansi masyarakat adat Dayak Agabag, lantaran tidak mempekerjakan warga tempatan di PT KHL.
"Kami libatkan orang di sana untuk bekerja kok. Saya belum cek jumlahnya, tapi Kepala Desa Bebanas dulu mandor sawit di PT KHL. Lalu mengundurkan diri, saya kurang tahu alasannya. Ada sempat warga tempatan yang jadi asisten teknik.
Ada beberapa juga di pabrik dan pekerja borongan. Bahkan, warga tempatan kami pekerjakan di anak perusahaan yaitu Bulungan Hijau Perkasa yang ada di desa Sojau," ungkapnya.
Nanang perhitungkan, pihaknya mengalami kerugian hingga ratusan juta akibat tanaman sawit perusahaan diambil secara diam-diam sejak 2015 lalu.
Dia berharap kepada Polres Nunukan untuk segera memproses lebih lanjut, 5 tersangka dugaan pencurian sawit milik PT KHL itu.
"Kalau mau mediasi lagi di DPRD, kapan ini selesai. Sudah sering mediasi tapi berulang-ulang terjadi hal yang sama. Kami perkirakan sudah ratusan juta perusahaan rugi akibat kejadian ini.
Ini murni pencurian dan tidak ada sangkut paut dengan masyarakat adat di sana. Ini soal oknum warga di Sebuku yang mencuri tanaman sawit kami. Itu saja," imbuhnya.
Baca juga: Tak Lama lagi Nunukan Punya Mesin ADM, Mengurus Dokumen Kependudukan seperti ke ATM Bank
Kisruh Lahan Belum Ada Titik Terang, DPRD Nunukan Janji Mediasi Masyarakat Adat dan Perusahaan Sawit
Sebelumnya diberitakan, kekisruhan lahan masyarakat adat Dayak Agabag dengan salah satu perusahaan sawit di Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara masih menggantung.
Pasalnya, rapat dengar pendapat yang digelar DPRD Nunukan bersama aliansi masyarakat adat Dayak Agabag pada Kamis (11/02/2021), lalu belum ada tindak lanjut lagi.
Hal itu diungkapkan oleh Muryono yang tergabung dalam aliansi masyarakat adat Dayak Agabag Kabupaten Nunukan.
Baca juga: Ditetapkan Jadi Wakil Bupati Nunukan Dampingi Asmin Laura, Hanafiah: Tak Ada Lagi Kubu-kubu
"Belum lagi ada tindak lanjut dari DPRD Nunukan setelah rapat dengar pendapat setelah sepekan lebih," kata Muryono kepada TribunKaltara.com, melalui telepon seluler, Sabtu (20/02/2021), pukul 13.30 Wita.
Informasi yang dihimpun, sebagian lahan yang mereka tempati saat ini berada dalam konsesi HGU perusahaan. Hal itu sudah terjadi sejak lama.
Namun yang membuat masyarakat adat Dayak Agabag tidak terima, lantaran 17 orang masyarakat adat Dayak Agabag dilaporkan oleh manajemen perusahaan kepada polisi atas dugaan pencurian sawit milik perusahaan.
Hingga saat ini, 5 dari 17 orang tersebut masih berstatus tersangka setelah melalui serangkaian penyelidikan di Polres Nunukan.
Masyarakat adat yang lahannya masuk dalam konsesi HGU PT KHL yaitu sebanyak 5 desa. Terdiri dari Desa Tetaban, Desa Bebanas, Desa melasu Baru, Desa Sojau, dan Desa Lulu.
Baca juga: Tanpa Kehadiran Asmin Laura, Hanafiah Hadir Rapat Pleno Penetapan Bupati dan Wabup Nunukan Sendirian
Ketua Komisi I DPRD Nunukan, Andi Krislina, mengatakan pihaknya akan menjadwalkan kembali mediasi antara masyarakat adat Dayak Agabag dengan manajemen perusahaan bersama Pemerintah Daerah Nunukan.
Mengingat saat ini DPRD Nunukan disibukkan dengan kegiatan Musrembang tingkat kecamatan.
"Seminggu yang lalu, kami sudah undang masyarakat adat untuk rapat dengar pendapat. Waktu itu hanya dengar aspirasi masyarakat adat saja, karena pada saat rapat pihak perusahaan tidak ada. Kita akan carikan waktu yang pas lagi, karena DPRD lagi Musrembang di tingkat kecamatan," ucap wanita yang akrab disapa Krislina itu.
Menurut Krislina, pihaknya sempat menghubungi manajemen perusahaan tersebut, namun belum bisa memenuhi undangan untuk duduk bersama.
"Kami sempat hubungi perusahaan tapi pihaknya juga lagi tidak di tempat. Humasnya lagi ada kegiatan di Tarakan, jadi sama-sama tidak memungkinkan untuk duduk bersama. Sehingga masih menunggu kesiapan perusahaan dikonekkan dengan waktu kosong di DPRD," ujarnya.

Baca juga: Asmin Laura-Hanafiah Jadi Bupati & Wakil Bupati Nunukan Terpilih, Parpol Pengusung Komitmen Mengawal
Legislator fraksi PKS itu, menjawab pihaknya tak ada kewenangan apapun perihal 17 orang masyarakat adat yang dilaporkan ke Polres Nunukan atas dugaan mencuri sawit.
"Soal status tersangka 17 orang masyarakat adat bukan wewenang kami di DPRD. Kami hanya bisa fasilitasi mediasi antara perusahaan dan masyarakat adat.
Tidak bisa mengeluarkan keputusan yang dijadikan dasar untuk melegitimasi soal status tersangka. Orang yang melaporkan harus cabut tuntutan sehingga kita mediasi dulu itu kuncinya," tuturnya.
Di akhir komentarnya, Krislina beberkan duduk persoalan masyarakat adat Dayak Agabag Kabupaten Nunukan grudug DPRD Nunukan sepekan lalu.
Dia menjelaskan, manajemen perusahaan melaporkan masyarakat adat yang memanen sawit di atas kawasan HGU perusahaan.
"Sehingga perusahaan melaporkan kepada Polisi atas dugaan pencurian. Perusahaan klaim bahwa kelapa sawit berada di atas kawasan HGU mereka," ungkapnya.
Lanjut Krislina, hal berbeda yang dijelaskan masyarakat adat. Mereka mengakui tanaman kelapa sawit berada di atas kawasan HGU perusahaan.
Kendati begitu, pasca sawit ditanam, mengenai pemeliharaan dan sebagainya dilakukan oleh masyarakat adat.
"Itu dasar mereka berani memanen sawit di situ. Itupun sudah berlangsung lama. Hanya saja baru terjadi pelaporan," imbuhnya.
Baca juga: BREAKING NEWS, Puluhan Polisi Siaga Jelang Penetapan Bupati dan Wakil Bupati Nunukan Terpilih
Tak hanya itu, sikap kurangnya perhatian dari manajemen perusahaan kepada masyarakat adat, untuk melibatkan mereka bekerja di perusahaan, menjadikan mereka bak orang asing di tanah adat mereka sendiri.
"Tidak berjalan kemitraan yang sebagaimana yang ada dalam aturan Bupati. Perusahaan wajib membina dan melakukan kemitraan dengan masyarakat adat maupun masyarakat umum di sekitar perusahaan.
Betul kawasan hutan itu ada izin HGU perusahaan, tapi tanah yang ada izin HGU itu adalah tanah adat masyarakat di situ. Itu yang kita mau dapatkan klarifikasi dari perusahaan," imbuhnya.
Dari informasi yang dihimpun dengan masyarakat adat, luas lahan mereka yang masuk dalam HGU PT KHL mulai dari 2 Ha, 3 Ha, 1,5 Ha, bahkan juga 5 Ha.
Baca juga: Danlanal Nunukan Letkol Laut Nonot Eko Febrianto Beber Alasan Speed Boat Sering Masuk Jalur Malaysia
(*)
Penulis: Febrianus felis
Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com
Follow Twitter TribunKaltara.com
Follow Instagram tribun_kaltara
Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official