Berita Malinau Terkini

Fenomena Evakuasi ke Wilayah Adat Selama Pandemi Corona, Warisan leluhur Mitigasi Bencana di Malinau

Fenomena evakuasi masyarakat ke wilayah adat selama pandemi Covid-19 atau saat melakukan isolasi mandiri, warisan leluhur mitigasi bencana di Malinau.

Penulis: Mohamad Supri | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALARA.COM/MOHAMMAD SUPRI
Masyarakat di wilayah pesisir sungai di Kecamatan Mentarang Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, beberapa waktu lalu. (TribunKaltara.com / Mohammad Supri) 

TRIBUNKALTARA.COM, MALINAU – Fenomena evakuasi masyarakat ke wilayah adat selama pandemi Covid-19, atau saat melakukan isolasi mandiri, warisan leluhur mitigasi bencana di Malinau.

Selama pandemi Covid-19 di Kabupaten Malinau, sejumlah masyarakat di Kabupaten Malinau, khususnya masyarakat adat memilih kebun dan hutan sebagai wadah isolasi sementara.

Baca juga: Perlu Prioritas Sasaran Bantuan Sosial di Malinau, Warga Usulkan Pembaruan Data Penerima Bansos

Aktivitas tersebut merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat suku Dayak di Kabupaten Malinau. Sebagai bentuk proteksi sekaligus mitigasi terhadap bencana non alam yang hampir genap dua tahun mendera dunia.

Ketua BPH Fomma Kayan Mentarang, Dolvina Damus menjelaskan saat pandemi, sebagian masyarakat memilih mengisolasi diri ke hutan adat. Dikenal sebutan Tana’ Wa’ Bawang Mon dalam istilah Dayak Lundayeh dan Lepu’un istilah Dayak Kenyah.

Hal tersebut menggambarkan keterikatan manusia dan alam. Hutan dan wilayah adat merupakan rumah sekaligus tempat berlindung bagi masyarakat Dayak di Malinau.

“Masing-masing masyarakat adat memiliki wilayah adat sebagai kekuatannya. Wilayah adat menjadi rumahnya saat dilanda kesulitan dan bencana,” ujar Dolvina yang juga merupakan Ketua Komisi 1 DPRD Malinau tersebut.

Baca juga: Siswa di Malinau Berhalangan Ikut Pembelajaran Tatap Muka, Sekolah Bakal Terapkan Metode Jemput Bola

Fenomena serupa juga diterapkan oleh Masyarakat Dayak Punan di Kecamatan Malinau Selatan Hulu. Saat pandemi Covid mewabah mulai tahun 2020 lalu, banyak warga yang mengevakuasi diri ke hutan.

Manajer Program Komunitas Konservasi Indonesia WARSI, Yulqari menyampaikan hal tersebut ia saksikan saat melakukan pendampingan ke desa-desa terjauh di Kecamatan Malinau Selatan Hulu.

Tak hanya bermigrasi ke wilayah hutan, pola kehidupan masyarakat juga berubah. Mengandalkan sumber pangan yang diperoleh dari hutan dan alam sekitar.

“Waktu awal-awal pandemi seperti itu. Masyarakat suku Punan di sini ramai-ramai masuk ke hutan. Mereka kembali seperti dulu, makanan diperoleh secara alami, lauk pauk dari hasil berburu dan menangkap ikan di sungai,” ujarnya.

Masyarakat Dayak Punan dulunya mengandalkan Sagu sebagai bahan pangan pokok. Kendati telah berganti dengan beras, namun saat awal Covid-19 masuk di Malinau, pola konsumsi masyarakat kembali menyesuaikan.

Saat ini, Sagu masih dikonsumsi masyarakat Dayak Punan, khsusunya bagi ibu yang baru saja melahirkan. Menurut kepercayaan masyarakat, Sagu memiliki sejuta manfaat untuk perkembangan bayi.

Baca juga: Vaksinasi Tembus Lebih 20 Ribu Penerima, Stok Vaksin Kembali Disalurkan ke Wilayah Pedalaman Malinau

“Kebanyakan warga pindah ke kota karena ada program resettlement penduduk. Contohnya, di Respen Tubu, Malinau Utara. Waktu awal-awal pandemi, banyak yang kembali migrasi ke wilayah hutan untuk sementara waktu,” katanya.

Menurut Yulqari, hal tersebut mencirikan bagaimana keterikatan masyarakat adat Dayak dengan lingkungannya. Bentuk proteksi diri masyarakat sekaligus kearifan lokal menghadapi bencana yang diperoleh dari warisan leluhur.

(*)

Penulis : Mohammad Supri

Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com

Follow Twitter TribunKaltara.com

Follow Instagram tribun_kaltara

Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved