Opini
Memetik Hikmah Idul Adha
KEHADIRAN tanggal 10 Zulhijjah 1442 Hijriah yang biasa kita sebut dengan Hari Raya Kurban tahun ini berbeda dengan hari-hari raya sebelumnya.
Wanita yang beriman kuat, akan menjadi tiang negara yang kokoh bagi bangsa dan negara. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadis yang artinya:
Wanita adalah sebagai tiang negara, jika wanita itu baik, maka akan baik pulalah negara itu. (sebaliknya) jika wanitanya itu rusak, maka akan rusak pulalah negara itu.
Selanjutnya, bagi saudara-saudara generasi muda, atau yang sekarang ada yang menyebut dengan generasi milenial, yaitu generasi yang lahir antara 1980 sampai tahun 2020, generasi yang cenderung bersikap individual/egois dan materialis.
Sikap dan prilaku Ismail as sebagai seorang remaja, hendaknya dapat dijadikan teladan dan patut diperhatikan.
Karena sejak usia yang masih relative muda, Ismail selalu taat dan bertakwa kepada Allah SWT, juga selalu berbakti kepada kedua orang tuanya.
Ismail tidak pernah terlibat dalam kehidupan anak muda seusianya yang cenderung berbuat hura-hura, suka minum-minuman keras dan mengkonsumsi narkoba.
Masa muda Ismail AS telah dihabiskannya untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT serta berbakti kepada orang tuanya.
Oleh karena itulah, dia selalu tunduk , pasrah dan tawakkal, rela menyerahkan diri untuk dijadikan sebagai kurban.
Perkataan atau dialog Nabi Ismail kepada ayahnya yang dijadikan sebagai tonggak sejarah hari ini disebut hari raya kurban, diabadikan dalam QS Ash Shaffaat ayat 102 yang artinya:
Maka tatkala Ismail sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama ayahnya Ibrahim as, Ibrahim berkata:
"Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah bagaimana pendapatmu?"
Ismail menjawab: "wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Begitulah pangkal sejarah Idul Adha yang melibatkan 3 orang anak manusia dari keluarga Nabi Ibrahim AS bersama istrinya Siti Hajar dan anaknya Ismail AS.
Yang dapat dijadikan panutan oleh setiap keluarga muslim, dalam upaya mewujudkan rumah tangga yang harmonis dan bahagia, yang dalam Islam disebut dengan istilah rumah tangga yang Bahagia, sakinah mawaddah wa rahmah.
Kehadiran Idul Adha paling tidak mengingatkan kita kembali untuk menteladani kehidupan Nabi Ibrahim bersama keluarganya dalam melaksanakan perintah Allah SWT guna meniti kehidupan ini mencari ridha ilahi, baik kita sebagai ayah, kita sebagai ibu, atau kita selaku anak dalam lingkup keluarga.
Karena lingkungan keluarga, adalah bagian dari masyarakat yang harus dibina dan dikembangkan, dalam upaya mewujudkan masyarakat bangsa dan negara yang kita cita-citakan, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. (*)