Mata Lokal Memilih
Polemik Dominasi Presiden Asal Jawa, Rektor Uniba Isradi Zainal: Pilpres Bukan Pemilihan Suku
Dominasi Presiden Republik Indonesia dengan latar belakang dari suku Jawa belum terpatahkan hingga sekarang.
TRIBUNKALTARA.COM, BALIKPAPAN – Dominasi Presiden Republik Indonesia dengan latar belakang dari suku Jawa belum terpatahkan hingga sekarang.
Kecenderungan itu menjadi wajar lantaran lumbung suara terbesar berada di Pulau Jawa.
Namun, hal itu bakal menjadi naif ketika calon presiden atau Capres yang bakal dipilih justru tidak berkualitas.
Rektor Universitas Balikpapan, Dr Isradi Zainal menuturkan, preferensi pemilih dalam menentukan pilihan Capres sepatutnya bergantung pada kapasitas dan kualitas kandidat, ketimbang preferensi berdasarkan suku dan agama.
"Sebenarnya sah-sah saja. Hanya yang membuat risau, jika tidak bicara kualitas. Tidak melihat bahwa calon presiden itu cerdas dan bisa menopang.
Tapi (hanya) berdasarkan wilayah yang paling banyak (pemilihnya), itu yang disayangkan," ujarnya dalam Tribun Network Talkshow Series: Memilih Damai dengan tema Membaca Suara dari Daerah: Kalimantan, Senin (5/12/2022).
Menurutnya, berkaca pada pemilihan presiden di Amerika, pemilih akhirnya sadar bahwa pemimpin yang berkualitas adalah pemimpin terbaik.
Baca juga: Tribun Network Luncurkan Mata Lokal Memilih, Kanal Berita Pemilu 2024
"Jika argumennya (harus) dari orang Jawa, itu salah menurut saya.
Tapi kalau dipilih, karena Capres berkualitas, atau pintar dan dianggap mampu menghadapi tantangan 5 tahun ke depan, itu baru cerdas," urainya seraya menyebut polemik bahwa orang bukan dari Jawa tidak bisa jadi presiden merupakan salah kaprah.
"Itu salah, itu tidak bisa dikembangkan. Itu kurang bagus untuk Indonesia.
Karena Pilpres, bukan pemilihan suku, melainkan pemilihan orang-orang yang dianggap cerdas dan bisa mengatasi permasalahan rakyat," ungkapnya.
Ia berharap, bila Indonesia ingin lebih bagus, lebih baik menanggalkan perdebatan Capres Jawa dan non Jawa.
Banyak putra-putri daerah yang kualitasnya hebat.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Mulawarman Samarinda, Muhammad Noor menyebut, hitung-hitungan dari suara electoral memang masih berada di Jawa.
“Perihal dominasi elektoral di Pulau Jawa. Kita tahu, bahwa simpul-simpul kekuasaan, baik Partai maupun Pemerintahan itu ada di Ibukota,” katanya.