Berita Daerah Terkini

Kaltim Terima Insentif Rp 260 M, Reward untuk Masyarakat Adat, Inilah 8 Daerah yang Dapat Kompensasi

Delapan daerah di Kalimantan Timur ( Kaltim ) menerima kompensasi atas kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar Rp 260 miliar.

Editor: Sumarsono
HO
Gubernur Kaltim Isran Noor menyebut pemerintah pusat terus mempersiapkan pemindahan IKN dengan memperhatikan lingkungan. Delapan daerah di Kaltim menerima kompensasi keberhasilan Kaltim mengurangi emisi gas kaca. 

TRIBUNKALTARA.COM, SAMARINDA -  Delapan daerah di Kalimantan Timur ( Kaltim ) menerima kompensasi atas kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar Rp 260 miliar.

Penyaluran kompensasi Rp 110 miliar melalui skema APBD, sedangkan Rp 150 miliar akan disalurkan kepada 441 desa di Kaltim melalui lembaga yang ditunjuk Pemprov Kaltim.

Delapan daerah di Kaltim yang berhak atas dana kompensasi REDD+ dan Program PCPF yakni Berau, Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Mahakam Ulu, Paser, Penajam Paser Utara, dan Balikpapan.

Gubernur Kaltim Isran Noor menghadiri penganugerahan penghargaan Adipura 2022 dan penandatanganan perjanjian pembayaran insentif Implementasi REDD + Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF),  di Auditorium Dr Soedjarwo, Gedung Manggala Wanabakti Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

Gubernur Kaltim Isran Noor mengungkapkan rasa syukurnya telah ditandatangani kesepakatan untuk pembayaran insentif FCPF-CF Kaltim

Nantinya, dari pembayaran pertama oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Kementerian Keuangan, BPKAD Provinsi Kaltim dan BPKAD se-Kaltim.

Baca juga: 5 Kabupaten dan Kota di Kaltim Raih Adipura, Balikpapan Sudah 24 Kali, Bonus untuk Pasukan Kuning

Penandatanganan dilakukan Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Djoko Hendratto bersama Kepala BPKAD Kaltim, dan Kepala BPKAD delapan kabupaten/kota se Kaltim.

"Sangat bangga kepada Provinsi Kaltim. Saya harap segera dilaksanakan dan dikoordinasikan secepatnya, karena dana sudah ada dan segera distribusikan," ujarnya.

Diketahui, Kaltim tercatat berhasil menurunkan emisi karbon sekitar 30 juta ton CO2 dan yang dilakukan penilaian oleh World Bank adalah sebesar 22 juta ton CO2. 

Diberitakan sebelumnya, strategi pembangunan ekonomi secara berkelanjutan diinisiasi sejak tahun 2011. 

Tahun 2019, Kaltim memuat semua program-program penurunan emisi karbon masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2019-2023. 

Baca juga: Gubernur Kaltim Isran Noor ke Meksiko Bahas Emisi Karbon, Kaltim Bakal Dapat Dana Rp 189 Miliar

Sasaran utama kebijakan Pemprov Kaltim, menurunkan emisi gas rumah kaca dari 25 persen pada tahun 2019, menjadi 29 persen tahun 2023.

Upaya ini juga dilakukan Pemprov Kaltim tentunya tidak sendiri. Semua pihak digandeng untuk sama-sama berkomitmen dalam penurunan emisi karbon.

Baik pemerintah Kabupaten/Kota, TNI-Polri, pihak swasta, NGO hingga masyarakat yang tinggal sekitar hutan.

Program Forest Carbon Partnership Facilities-Carbon Fund (FCPF-CF) yang dikelola World Bank atau Bank Dunia, Kaltim ditarget bisa menurunkan emisi karbon dan telah dimulai tahun 2020 hingga berakhir pada 2024 nanti.

Target penurunan emisi sebesar 5 juta ton CO2 atau setara 25 juta US Dollar pada 2021.

Baca juga: Masyarakat Antre Tukar Uang Baru Emisi 2022, Daftar H-1 Sebelum Penukaran, Berikut Lokasinya

Dilanjutkan sebesar 8 juta ton CO2 atau setara 40 juta US Dollar tahun 2023. Serta sebesar 9 juta ton CO2 atau setara 45 juta US Dollar pada tahun 2024, sehingga total mencapai 110 juta US Dollar.

Isran Noor mengungkapkan bahwa Kaltim telah berhasil menurunkan 25 juta ton emisi karbon setara CO2 pada tahap pertama periode 2019-2020. 

"Penurunan emisi Kaltim dari tahun 2019 ke 2020 telah mengalami pencapaian sebesar 66 persen dari 27,5 juta ton CO2 menjadi 9,3 juta ton CO2 di akhir 2020,” terang Isran Noor.

Berbasis Kinerja

Sementara itu dalam keterangan resmi, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Djoko Hendratto menjelaskan, program REDD+ KLHK Wold Bank melalui FCPF-CF dimulai dengan adanya penandatanganan letter of intent (LoI).

Isi perjanjian itu juga tertera skema pembayaran berbasis kinerja penurunan emisi gas rumah kaca di Provinsi Kaltim pada 20 September 2017, kemudian direvisi melalui LoI 12 Oktober 2019.

"Dengan potensi dana sebesar USD 110 juta atau Rp1,7 triliun yang akan dibayarkan kepada pemerintah Indonesia melalui BPDLH kepada Provinsi Kaltim

Atas kinerja pengurangan emisi GRK Pemprov Kaltim yang didampingi Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) telah berhasil menunjukkan kinerja dan pembayaran RPP pertama dalam bentuk advance payment oleh World Bank," beber Djoko.

Baca juga: Punya Perda Pertumbuhan Ekonomi Hijau, DLH Sebut Kaltara Berpotensi Tambah PAD Lewat Carbon Trade

Lebih lanjut, BPDLH telah menerima USD 20,9 juta atau sekitar Rp313 miliar dan akan disalurkan kepada Pemprov Kaltim dan 8 Kabupaten/Kota sebesar Rp260 miliar.

Dimana Rp110 miliar melalui skema APBD dan Rp150 miliar akan disalurkan kepada 441 desa melalui lembaga yang ditunjuk Pemprov Kaltim

"Peruntukkan dana tersebut ditujukan untuk operasionalisasi pelaksanaan program FCPF-CF, insentif untuk pihak-pihak yang berkontribusi pada penurunan emisi di lingkup Kaltim," tegasnya.

Selain itu,  ada pula reward untuk masyarakat hukum adat (MHA) yang melaksanakan perlindungan hutan pada Provinsi Kaltim

Pembayaran berbasis kinerja atau Results Based Payment (RBP) berbasis yuridiksi pada Provinsi Kaltim merupakan pembayaran yang baru pertama kali terjadi di Indonesia.

Keberhasilan pengurangan GRK melalui program REDD+ ini telah menunjukkan kepada dunia global bahwa transformasi ekonomi hijau telah dilakukan di Indonesia melalui Provinsi Kaltim.

Serta dapat menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kualitas lingkungan hidup. 

Baca juga: Wawancara Eksklusif Bersama Gubernur Kaltim Isran Noor: Saya Warning Eropa dan Amerika soal Carbon

"Ini merupakan bentuk kepercayaan dunia internasional melalui World Bank kepada pemerintah Indonesia.

Kementerian LHK bertindak selaku pengampu program pada lingkup nasional. Pemprov Kaltim selaku pengampu program sub nasional.

Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai benefit manager serta BPDLH bertindak sebagai trusty," jelas Djoko.(uws)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved