Opini

Matinya Nalar Bernegara

Sudah puluhan tahun bangsa ini merdeka, namun kemerdekaan dalam arti sesungguhnya  belum dapat dirasakan secara penuh oleh tiap-tiap warga bangsa.

Editor: Amiruddin
HO/Sholihin Bone
Sholihin Bone, Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi Fakultas Hukum (SAKSI) Universitas Mulawarman 

Mereduksi Kemerdekaan

Sudah puluhan tahun bangsa ini merdeka, namun kemerdekaan dalam arti sesungguhnya  belum dapat dirasakan secara penuh oleh tiap-tiap warga bangsa.

Saban tahun, kita memperingati kemerekaan. Namun, peringatan kemerdekaan tersebut hanya rutinitas yang belum memberikan makna terdalam didalam perjalanan bangsa ini.

Saya kira kita akan bersepakat, bahwa kemerdekaan tidak menghendaki penjajahan, kemerdekaan tidak mengendaki “keserakahan”, kemerdekaan tidak mengendaki intrik negatif dalam mengemban kekuasaan, kemerdekaan tidak menghendaki penumpukan kekayaan yang hanya bisa  dirasakan oleh segelintir orang dan penguasa, kemerdekaan tidak menghendaki otoritarian, kemerdekaan tidak mengendaki adanya praktik  korup dan penyalahgunaan kekuasaan.

Singkatnya, kemerdekaan harus mewujud dalam bentuk tindakan konkrit yang dijangkarkan pada aras kebaikan dan kesejahteraan warga bangsa.

Menelaah berbagai soal yang menyelimuti perjalanan bangsa ini,  menunjukan bahwa nilai kemerdekaan tidak totalitas diperjuangkan oleh para pemangku kekuasaan. '

Dalam menjalankan kekuasaan, ternyata mereka lupa substansi  pembukaan, mereka alpa menerjemahkan konstitusi, mereka meremahkan cita-cita bernegara yang telah diukir dan dititipkan oleh para pendiri bangsa.

Baca juga: Sambangi Universitas Mulawarman, Bupati Ibrahim Ali Jalin Kerjasama dengan Fakultas Kedokteran

Kesederhanaan

Membincangkan problematika bernegara, menarik jika kita merefleksi kembali  cara hidup Bung Hatta didalam mengemban kekuasaan.

Dalam catatan sejarah, dikisahkan bahwa Bung Hatta merupakan prototipe sederhana ketika memegang kekuasaan sebagai Wakil Presiden.

Ada kisah yang sangat menarik dari perjalanan tokoh revolusi ini, di dalam mempraktekan nilai-nilai kesederhanaan.

Dalam memegang kekuasaan, Bung Hatta sangat berhati-hati dalam menggunakan uang Negara, uang Negara betul-betul digunakan untuk kelancaran pekerjaannya, sementara untuk menghidupi  pribadi dan keluarganya, Bung Hata betul-betul menggunakan uang yang memang Haknya dan didapat dari hasil yang bersih.  

Tidak hanya itu, Bung Hatta juga sangat berhati-hati dalam menggunakan barang atau fasilitas dari Negara.

Mobil Dinas misalnya, Bung Hatta  hanya menggunakan untuk kepentingan pekerjaannya, tidak untuk digunakan oleh keluarganya.

Satu hal yang paling menarik terjadi pada tahun 1950-an, ketika Bung Hatta membaca surat kabar, di dalam surat kabar tersebut, ada iklan sepatu kulit Bally, iklan tersebut digunting dan disimpan, beliau, yang kemudian  dijadikan motivasi untuk menabung,  agar Bung Hatta mampu membelinya.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved