Seluk Beluk Suku Punan Batu

Ketika Hutan tak Lagi Menjanjikan Bahan Makanan Bagi Suku Punan Batu, Ubi dan Lalihi Sulit Dicari

Cerita Suku Punan Batu di pedalaman Kalimantan Utara, hutan tak lagi menjanjikan bahan makanan, ubi dan Lalihi sulit dicari, terpaksa beralih ke nasi.

TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi
Kajom dan Dewi saat tengah mencari ubi kariting dengan menggali tanah di Hutan. Suku Punan Batu mengatakan keberadaan Ubi Kariting dan Lalihi (kiri) semakin sulit ditemukan di dalam hutan. (TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi) 

Kata dia, kondisi hutan hari ini tak lagi seperti dulu. Kini untuk mendapatkan ubi, dan hewan dari hutan atau ikan dari sungai maka diperlukan kerja keras yang lebih besar.

"Sekarang kami makan nasi, karena susah cari ubi, cari binatang juga sudah susah, cari ikan pun juga susah kita cari," kata Bonon.

Panci tempat memasak nasi Suku Punan Batu 060623
Panci sederhana yang digunakan Suku Punan Batu saat memasak beras. Terlihat Bonon (kanan) orang Suku Punan Batu saat ditemui di pondoknya di Hutan Sajau. (TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi)

Baca juga: Demi Hajat Hidup Suku Punan Batu, Pemkab Bulungan Terbitkan SK Masyarakat Hukum Adat

Tak hanya ubi kariting yang susah dicari, alternatif makanan lainnya seperti keladi yakni Lalihi juga semakin sulit ditemukan.

Tagen mengungkapkan dirinya harus berjalan cukup jauh di hutan untuk menemukan Lalihi.

Sekalipun mendapatkan Lalihi jumlahnya tak terlalu banyak dan hanya bertahan untuk dikonsumsi dalam waktu satu hari saja.

"Kalau Lalihi ini saya dapat juga jauh dari sini, dan itu tidak banyak, ini paling sehari habis,” kata Tagen.

Perubahan asupan makanan suku pedalaman Kalimantan Utara ini juga diamini oleh pendamping Suku Punan Batu yang merupakan kerabat dari Kesultanan Bulungan yakni Datu Karim.

Datu Karim melanjutkan tradisi hubungan sosial dan ekonomi antara Kesultanan Bulungan dengan Suku Punan Batu.

Sehari-hari ia juga menyediakan kebutuhan sembako termasuk beras untuk Suku Punan Batu.

"Terkadang kalau saya seminggu tidak turun, mereka sudah gelisah, karena ubi susah dicari di hutan, jadi mereka butuh beras untuk bertahan," kata Datu Karim.

Lalihi makanan Suku Punan Batu 060623
Lalihi yang telah dibakar dan siap dimakan. Lalihi menjadi makanan Suku Punan Batu disamping ubi kariting yang semakin sulit ditemukan di hutan pedalaman Kalimantan Utara. (TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi)

Berdampak pada kesehatan?

Perubahan asupan makanan dan karbohidrat Suku Punan Batu menjadi perhatian dari Peneliti Genetika Populasi, Mochtar Riady Institute, Dr. Pradiptadjati Kusuma.

Ia telah melakukan riset genetika terhadap Suku Punan Batu sejak 2018 lalu, dan mengakui bahwa perubahan pola makanan tersebut berpotensi berdampak pada kesehatan Suku Punan Batu.

Menurutnya, suku lain yang mengalami transisi kehidupan, baik dari aspek ruang hidup maupun asupan makanan, maka peluang akan keterpaparan penyakit menjadi semakin besar.

"Kebanyakan transisi itu mengarah pada penyakit seperti diabetes dan penyakit metabolik lainnya dan itu merugikan. Hal-hal seperti itu tidak kita inginkan, karena hari ini gula mereka rendah, kolesterol mereka bagus," kata Dr. Pradiptadjati Kusuma.

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved