Berita Tarakan Terkini

Pakar UBT Sebut Putusan MK Revolusioner, Prof Yahya: Peluang Parpol tanpa Kursi Bisa Mengusung

Pakar HTN UBT Nilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Revolusioner yang kabulkan sebagian tuntutan Partai Buruh dan Gelora berkaitan syarat pencalonan.

|
Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / ANDI PAUSIAH
Pakar hukum sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan, Prof Dr Yahya Ahmad Zein SH MH yang juga merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara di Universitas Borneo Tarakan. TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH 

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - Pakar Hukum Tata Negara turut memberikan pandangannya terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian tuntutan Partai Buruh dan Gelora berkaitan syarat pencalonan dan dukungan usungan kepala daerah bagi parpol tanpa kursi.

Menyusul juga viral munculnya tagar #kawalputusanmk yang meminta masyarakat untuk ikut mengawal jalannya demokrasi saat ini dalam masa atau tahapan Pilkada 2024 serentak dihelat di seluruh Indonesia.

Dikatakan Prof Yahya Ahmad Zein, Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Dekan Fakultas Hukum UBT,  terkait syarat pencalonan menurutnya ini adalah salah satu putusan yang cukup revolusioner

Karena lanjutnya  jika dilihat sebenarnya dalam pokok permohonan, dikabulkan memang sebagian.

Baca juga: Setelah Putusan MK, Syarat Pengusung Paslon Bupati Pilkada Malinau Minimal 4.593 Suara

"Jadi di putusan perkara nomor 60 ini, pada prinsipnya mengabulkan sebagian cuma, melakukan perubahan terhadap pasal 42 ayat satu UU Pilkada. Jadi, kalau yang selama ini itu di pasal 40 ayat satu itu parpol dapat mendaftarkan paslon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD. Nah untuk hal ini dengan putusan 60 ini memang ada beberapa hal yang saya kira sangat signifikan perubahannya," papar Prof Yahya.

Dari yang dibacakan sebelumnya, misalnya dalam hal pengusulan calon gubernur atau calon wakil gubernur provinsi, dengan jumlah penduduk terdaftar dalam DPT. Dimana ada empat kriteria yang tertuang. Provinsi diketahui dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa parpol atau gabungan parpol memperoleh suara sahnya paling sedikit 10 persen dari provinsi tersebut.

Kemudian lanjutnya, jika dia  penduduknya dua juta jiwa sampai enam  juta jiwa, maka suara sahnya 8,5 persen.

Penduduk dengan jumlah 6 juta sampai 12 juta jiwa, maka 7,5 persen suara sahnya. Jika kemudian dalam DPT ternyata lebih 12 juta jiwa, maka suara sahnya paling sedikit 6,5 persen.

Lalu jika provinsi dengan jumlah penduduknya termuat dalam DPT yang menjadi parameter dan menurutnya ini juga menjadi menarik. 

"Maka saya kira, dengan adanya perubahan persentase ini tentu saja ini akan membawa pengaruh dalam hal apa, itu tadi, parpol dalam mencalonkan paslon kepala daerah," ujarnya.

Kemudian juga selanjutnya selain pemilihan gubernur, di daerah juga demikian. Untuk calon wali kota atau bupati, jumlah penduduk dan memiliki DPT sampai 250.000 jiwa maka minimal suara 10 persen.

Kemudian jika penduduk dengan DPT 250.000 jiwa sampai 500.000 jiwa maka perolehan suara sah paling sedikit 8,5 persen.

"Kabupaten kota jumlah penduduknya yang termuat dalam DPT lebih dari 500.000-1.000.000  jiwa,  itu 7,5 persen. Lalu kabupaten kota termuat dalam DPT lebih dari  satu juta jiwa, itu 6,5 persen. Ini yang saya kira menarik sebenarnya karena dengan adanya perubahan komposisi persentase ini dan ini disandingkan terkait DPT maka tinggal melihat Kaltara dan Tarakan," paparnya panjang lebar.

Di Kaltara misalnya jumlah penduduk yang terdaftar DPT berada di posisi mana saja. Dan berapa persentase minimal untuk melakukan pengusungan terhadap calon gubernur dan calon bupati dan wali kota.


Disinggung juga mengenai putusan MK ini, ia membenarkan bahwa ada  peluang kepada partai tanpa kursi bisa ikut mengusung. Menurutnya itu jelas namun perlu dipahami, kembali ke parpol lagi. " Walaupun persentase rendah tapi kalau parpol memang tidak mengusung ya gak bisa. Paling tidak adanya putusan ini, kalau selama ini mungkin satu partai itu tidak bisa mengusung, dengan turunnya persentase ini mungkin nanti bisa akan mengusung sendiri atau berkoalisinya tidak terlalu gemuk," paparnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved