Berita Tana Tidung Terkini

Bisa Pengaruhi Mental, Psikolog Tana Tidung Jelaskan Dampak Parent Abuse di Perkembangan Psikis Anak

Pembentukan karakter anak dapat terbentuk pada empat ruang, diantaranya lingkup; lingkungan, masyarakat, sekolah dan paling utama peran orang tua.

Penulis: Rismayanti | Editor: M Purnomo Susanto
HO/Ien Maslichah
Ien Maslichah Psikolog Tana Tidung Saat Ditemui Tribun kaltara, Jum'at (4/10/2024) Mengatakan Dampak Parent Abuse Pada Anak. (HO/Ien Maslichah) 

TRIBUNKALTARA.COM, TANA TIDUNG - Pembentukan karakter anak dapat terbentuk pada empat ruang, diantaranya lingkup; lingkungan, masyarakat, sekolah dan paling utama peran orang tua.

Tentunya kita sepakat pendidikan awal dilakukan oleh orang tua yang memiliki peranan sebagai pendidikan bagi anak, berperan penting dalam perkembangan anak baik secara fisik maupun psikis.

Namun tak jarang orang tua menganggap segala tindakan yang dilakukan orang tua dengan tujuan sebagai bentuk Edukasi terhadap anak justru ternyata memicu terjadinya respon tindakan berlebihan yang dapat membahayakan diri dan jiwa anak.

Diungkap oleh Ien Maslichah pemilik Inden layanan Psikolog Tana Tidung kepada TribunKaltara.com, tindakan parent abuse dapat mempengaruhi perkembangan mental anak.

Baca juga: Wujudkan Generasi Emas 2045, Psikolog Sebut, Pernikahan Dini Berdampak ke Lahirnya Anak Stunting

"Kalau parent abuse atau toxic itu secara psikis anak tentu akan berpengaruh karena perilaku-perilaku orang tua yang melakukan tindakan kurang baik kepada anak," ungkap Ien Maslichah, Jum'at (4/10/2024).

Wanita yang berprofesi sebagai psikolog di Tana Tidung itu juga mengatakan jika anak yang mendapat parent abuse, dengan kondisi anak tidak mampu meregulasi emosi dengan baik bisa berdampak pada prilakunya, anak akan modeling atau mencontoh tindakan orang tuanya.

"Jika regulasi emosi anak tidak bagus otomatis akan melakukan perilaku modeling melakukan hal yang sama seperti orang tuanya lakukan, bahkan bisa jadi ada anak down karena tidak tahan dengan perlakuan orang tuanya," katanya.

Hal ini lah yang dapat memicu anak untuk melakukan tindakan-tindakan menyimpang dalam melampiaskan kekeasan emosinya sehingga bagi anak mendapat kepuasan tersendiri sebagai peralihan dari perilaku yang ia terima dari orang tua.

"Biasanya kalau sudah tidak tahan dengan perilaku orang tuanya anak akan memilih lari dari kondisi itu melakukan perilaku-perilaku negatif atau keliru misalnya melakukan kegiatan yang menyimpang serta melakukan tindakan yang semaunya dia," tambahnya.

"Jadi anak sudah tidak bisa berpikir waras yang penting dia merasa senang pada saat itu, jadi terbawa ke pemikiran yang tidak lagi rasional," sambungnya.

Meskipun begitu, tak jarang juga anak yang menerima tindakan kurang baik dari orang tuanya memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik sehingga dapat berpikir bijak untuk menyikapi permasalahan yang terjadi di keluarganya.

"dengan kondisi regulasinya emosi bagus dia mampu memahami kondisi orang tuanya, dan dia bersikap untuk bijak dalam arti dia mencari tahu pemicunya dan mencari tahu apa yang harus dilakukan supaya mengurangi tindakan orang tuanya itu," ujarnya.

Lebih lanjut Ien Maslichah menjelaskan terjadinya parent abuse bisa jadi salah satunya dapat disebabkan karena permasalahan ekonomi atau keluarga yang kurang harmonis.

"Kalau anak-anak yang memiliki orang tua toxic biasanya salah satu permasalahan yang timbul dari ekonomi dan rumah tangga yang kurang harmonis atau tidak lengkap pengasuhan entah ayah atau ibunya yang kurang memmiliki peran dalam pengasuhan bisa jadi tidak ada karena percerai, terpisah karena LDR ataupun memang tidak berperan karena kesibukan masing-masing.

Walaupun tidak semua permasalahan tersebut berdampak pada tindakan penyimpangan peran orang tua, namun umumnya faktor ekonomi dan broken home itu lah yang menjadi penyebab adanya parent abuse.

Sumber: Tribun Kaltara
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved