Berita Tana Tidung Terkini

Sandwich Generation Timbulkan Trauma, Begini Sisi Positifnya Menurut Psikolog di Tana Tidung

Rina salah satu korban Sandwich Generation mengakui bahwa penghasilan pribadi miliknya untuk anggota keluarga dan ini membuat timbul rasa trauma.

Penulis: Rismayanti | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ RiSMAYANTI
Ien Maslichah Psikolog di Tana Tidung Jelaskan Sisi Positif Sistem Sandwich Generation yang Kerap jadi Pembahasan di Indonesia Beberapa Waktu Ini. 

TRIBUNKALTARA.COM, TANA TIDUNG - Sandwich Generation atau dikenal juga generasi yang menghidupi orang tua dan anggota keluarga lainnya kerap menjadi pembahasan di Indonesia. Bahkan tidak sedikit film atau series dan cerita fiksi lainnya yang mengangkat kisah perjuangan seseorang yang terjebak dalam sistem Sandwich Generation.

Sistem Sandwich Generation ini tak jarang juga menjadi keluhan karena harus membagi penghasilan pribadi untuk anggota keluarga lainnya. Seperti yang dirasakan Rina salah satu warga Tana Tidung, Kalimantan Utara yang menjadi korban Sandwich Generation.

Rina menyampaikan pandangannya kepada TribunKaltara.com yang menggap Sandwich Generation merupakan sistem yang kurang baik bahkan tidak jarang korban mengalami trauma karena harus berjuang sendiri mencukupi kebutuhan keluarga.

"Kalau pandangan saya, generasi sandwich ini tidak baik, coba saja cek berapa banyak anak yang trauma atau mengalami depresi karena Sandwich Generation," ungkap Rina, Selasa (8/10/2024).

Baca juga: Terjebak Sandwich Generation Bagaimana Dampaknya, Ini Penjelasan Psikolog Tana Tidung Kaltara

Ia mengatakan Sandwich Generation harus berhenti pada generasi korban agar tidak dialami oleh generasi selanjutnya atau anak dan keturunan setelahnya.

"Tentunya hal begini harus diubah, rantainya harus diputus mulai sekarang supaya generasi selanjutnya terhindar dari sistem Sandwich Generation ini kalau tidak diputus, kondisi seperti ini pasti akan jadi turun temurun," katanya.

Ia menjelaskan cara agar tidak menurunkan sistem Sandwich Generation pada anak yaitu dengan mencukupi perekonomian hingga di masa tua.

"Caranya dengan buat ekonomi lebih matang, setidaknya kamu punya pekerjaan atau penghasilan untuk masa tua jadi tidak membebani generasi kita," jelasnya.

Ia menuturkan meskipun tidak bisa mengubah kondisi diri sendiri sebagai korban Sandwich Generation, namun masih ada harapan untuk mengubah nasib generasi selanjutnya agar tidak ikut merasakan hal yang sama.

Baca juga: Ikut Kawal Kasus KDRT Cut Intan Nabila, Mulan Jameela Sebut Sang Selebgram Alami Trauma Berat

"Kita memang tidak bisa ubah untuk diri kita sendiri, tapi kita bisa ubah situasinya untuk generasi selanjutnya jadi kita harus matang secara ekonomi," tuturnya.

Ia menjelaskan penyebab terjadinya sistem sandwich generation ini karena kurangnya kemampuan keluarga dalam segi ekonomi sehingga orang tua berharap pada anak untuk dapat menyokong kebutuhan keluarga.

"Menurut saya  problemnya itu karena keterbatasan ekonomi sehingga mau tidak mau orang tua butuh support dari anaknya untuk membantu membiayai kebutuhan sehari-hari, belum lagi kebutuhan adik-adik kita," jelasnya.

Ia mengaku tidak bisa merasakan hasil kerja kerasnya karena harus memikirkan kebutuhan keluarganya, sehingga mempengaruhi kondisi mentalnya.

"Sebagai korban Sandwich Generation tentu secara mental sangat terbebani, saya tidak bisa menikmati hasil jerih payah saya sendiri, karena harus memikirkan dan berbagi ke keluarga," keluhnya.

Ia bahkan mengalami rasa enggan untuk memiliki anak karena takut pengalamannya yang terjebak dalam Sandwich Generation turut dirasakan oleh keturunannya.

Ilustrasi Sandwich 08102024
ILUSTRASI Sandwich atau Burger Simbol dari Generasi yang Menghidupi Orang Tua dan Generasi Setelahnya.
Sumber: Tribun Kaltara
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved