Berita Kaltara

Ikut Sikapi Putusan MK, FSP Kahutindo Kaltara Minta Penetapan Upah Minimum tak Mengacu PP Nomor 51

Kahutindo Kaltara ikut menyampaikan sikap atas putusan Mahkamah Konstitusi 168 tentang Ketenagakerjaan. pengupahan pekerja jadi fokus utama.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / ANDI PAUSIAH
Jajaran pengurus DPD FSP Kahutindo Provinsi Kaltara dan DPC FSP Kahutindo Kota Tarakan saat menggelar rilis pers terkait sikap pasca keluarnya putusan MK 168 tentan Ketenagakerjaan, Selasa (5/11/2024). TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH 

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Pasca putusan Mahkamah Konstitusi 168 tentang Ketenagakerjaan, pihak serikat pekerja yakni DPD Federasi Serikat Pekerja (FSP) Kahutindo Provinsi Kaltara ikut menyampaikan sikap.

Ada beberapa poin yang disampaikan khususnya pada bagian pengupahan pekerja.

Sore tadi, Selasa (5/11/2024),  Ahmad Samsudin Rifai, Ketua DPD FSP Kahutindo Provinsi Kaltara didampingi jajaran pengurus DPC dan PUK, DPC Kota Tarakan serta DPD Kaltara melaksanakan rilis pers di Sekretariat DPD FSP Kahutindo Kota Tarakan.

Ahmad dalam rilisnya menyampaikan, konferensi pers sore tadi  tak lepas dari hasil atau pasca putusan MK Nomor 168 terkait UU Nomor 6 Tahun 2023 yang telah digugat oleh jajaran Serikat Pekerja dan Serikat Buruh di Jakarta. Beberapa hari lalu, gugatan tersebut ada beberapa poin telah dikabulkan.

Baca juga: Tegas Tolak Harga BBM Naik, Kahutindo Tarakan Tuntut 3 Poin, Minta Pemerintah Segera Carikan Solusi

Dalam hal ini, pihaknya DPD FSP Kahutindo fokus pada poin pengupahan.

Dimana waktu tersisa saat ini sebelum penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK), ia ingin menyampaikan putusan MK berkaitan upah minimum baik di Tarakan, Nunukan, KTT, Malinau dan Bulungan.

Beberapa isu disampaikan dimana belum lama ini ada meeting zoom antara Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) beserta jajaran Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).  

“Ada beberapa klausul atau usulan yang dari serikat pekerja ini menjadi isu nasional. Dari putusan MK tersebut, salah satu poinnya bahwa penetapan UMP dan UMK harus memperhatikan kebutuhan hidup layak (KHL). Jadi tidak lagi menggunakan PP Nomor 51 yang hanya berpedoman pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” lanjut Ahmad.

Namun ada indeks tertentu yang mana indeks tertentu menyangkut kebutuhan hidup layak (KHL)  dimana ada beberapa poin yaitu ada rekreasi, makanan, minuman, sandang dan jaminan hari tua.

Pihaknya dari DPD  Kahutindo menyambut baik putusan MK ini.

Pihaknya menilai, beberapa tahun terakhir dari kalangan buruh sangat menyayangkan PP Nomor 51 yang membahas kenaikan sangat kecil dimana kisaran hanya 2-4 persen.

“Jadi dalam hal ini pasca putusan MK, kami DPD Kahutindo ada menyuarakan atau meminta ke pemerintah melakukan kebijakan pertama, penetapan upah minimum tahun 2025 tidak lagi menggunakan PP 51 tahun 2023,” tegas Ahmad.

Kedua, peningkatan upah minimum sebesar Rp8 persen sampai 10 persen, karena ini disuarakan sebelum keputusan MK.

Dan ia berharap pasca putusan MK apa yang sebelumnya disuarakan benar-benar didengar pemerintah.

“Mengingat kenaikan upah beberapa tahun terakhir tidak ada kenaikan signifikan. Kami meminta kebijakan pemerintah untuk meningkatkan upah minimum sebesar 8-10 persen tahun 2025,” terangnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved