Opini

Baharuddin Lopa, Satjipto Rahardjo dan Refleksi Penegakan Hukum 

Penegakan hukum mengalami kemunduran yang sangat luar biasa, dalam banyak kasus hukum, kita dipertontonkan dengan sistem yang begitu “semrawut”.

|
Editor: Amiruddin
HO/Sholihin Bone
Sholihin Bone, Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda    

Untuk menjawab pertanyaan ini, saya teringat dengan satu pemikiran dari seorang begawan hukum yang bernama Satjipto Rahardjo

Satjipto Rahardjo telah memberikan pesan monumental dalam konteks penegakan hukum di Indoensia.  

“Hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum”. Dalam konteks ini, maka penekanan yang perlu direnungkan adalah, bahwa hukum itu harus melayani manusia, bukan sebaliknya.

Artinya, hukum dibuat untuk mendukung kebutuhan, kebahagiaan, dan kesejahteraan manusia. Jika hukum menjadi terlalu formalistis dan mengabaikan aspek kemanusiaan, maka hukum kehilangan esensinya.

Hukum bertugas melayani masyarakat, bukan sebaliknya. Kualitas suatu hukum ditentukan dengan kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia

Pesan monumental tersebut penting kembali direnungkan dalam imajinasi setiap aktor-aktor penegak hukum.

Sudah waktunya kita mengevaluasi penegakan hukum yang selama ini yang terpentas dalam sitauasi kebangsaan ini. 

Apakah selama ini,  hukum telah betul-betul melayani manusia Indonesia dengan ideal.

Ataukah selama ini, hukum hanya melayani kepentingan dan golongan tertentu, apakah selama ini cara berhukum kita masih tunduk pada “pesanan” dan kekuatan tertentu. 

Apakah selama ini, penegakan hukum masih terkungkung pada “kekakuan”, yang belum maksimal menggali nilai-nilai keadilan, kearifan  dan nilai  hukum yang hidup di dalam  masyarakat.

Tentunya, ini harus dijawab secara jujur dan reflektif oleh kita semua untuk menjaga martabat dan kewibawaan hukum dimasa sekarang dan di masa-masa selanjutnya.

Tentu, kita tidak berharap bahwa penegakan hukum pada bangsa ini, hanya sebagai “lipstick” belaka, yang dibahas dalam ruang-ruang mewah nan megah, lewat pidato-pidato, jumpa pers, lewat retorika-retorika yang tersususun rapi untuk menina bobokan rakyat, retorika  yang dibungkus dengan berbagai kepentingan yang “menyandera”.

Mari menjawab kegelisahan ini dengan kontemplasi  yang mendalam, mari bertanya ke dalam batin secara jujur akan kemana arah penegakan hukum ini dibawa ? 

Titik Simpul 

Pada akhirnya, luka yang teramat parah dalam konteks penegakan hukum ini beberapa tahun belakangan ini, harus dibalut dan disembuhkan dengan keberanian, progresif  dan membutuhkan keseriusan, agar luka itu  tidak menganga, membesar dan “berbau busuk” lalu  menggerogoti situasi kebangsaan yang telah kita rawat selama ini.

Merefleksi kembali dan menerjemahkan pemikiran dan keteladanan dari dua Begawan hukum Indonesia, Baharuddin Lopa dan Satjipto Rahardjo menjadi penting untuk mejaga marwah penegakan hukum di Indonesia.     

(*)

 

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved