Berita Tarakan Terkini

Begini Penjelasan Dewan Pengawas, Soal Dugaan PDAM Tarakan Alami Kerugian Rp202 Miliar

Menurut Dewan Pengawas Perumda Air Minum Tirta Alam Tarakan ada tiga hal yang harus dipahmi terkait dugaan kerugian PDAM Tarakan Rp 202 milliar.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH
Abdul. Azis Hasan, Dewan Pengawas Perumda Air Minum Tirta Alam Tarakan. 

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - Polemik dugaan PDAM Tarakan mengalami kerugian Rp 200 milliar membuat Dewan Pengawas Perumda Air Minum Tirta Alam Tarakan Kalimantan Utara angkat bicara memberikan penjelasan dan meluruskan fakta yang terjadi sebenarnya.

Dewan Pengawas Perumda Air Minum Tirta Alam Tarakan, Abdul Azis Hasan menjelaskan. polemik dugaan PDAM Tarakan alami kerugian bermula dari surat Gubernur Kaltara kepada Wali Kota Tarakan dan menyusul penjelasan Kabiro Perekonomian Setprov Kaltara, bahwa surat tersebut dikirim berdasarkan hasil audit BPKP Kaltara

Menanggapi hal ini, Abdul Azis Hasan yang juga Inspektur Inspektorat Tarakan memahami audit dari BPKP Kaltara.  Ia mengatakan, ada tiga hal yang harus dipahami menyikapi persoalan ini. Pertama, surat tersebut menyampaikan berdasarkan data. Namun menurutnya tidak dijelaskan dengan baik dan lengkap sehingga bisa menimbulkan bagi orang awam  membaca pemberitaan dan tidak paham akuntansi, tentu akan menimbulkan multi tafsir dianggap rugi Rp 202 miliar.

Ia menjelaskan bahasa rugi Rp202 miliar adalah kerugian akumulatif dan dihitung sejak PDAM Tarakan diserahkan kepada Pemkot Tarakan. Di zaman masih dikelola Bulungan dan belum diserahkan ke Tarakan, ia menegaskan juga ada mengalami rugi.

Baca juga: Iwan Setiawan Bantah Perumda Tirta Alam Tarakan Rugi Rp202 Miliar, Ajak Karo Ekonomi Debat Terbuka

"Tidak ada PDAM untung. Rugi mulai tahun 1999 sejak PDAM diserahkan ke Tarakan. Dimulai tahun iti dihitung terus ruginya sampai di 2023. Jadi bukan kerugian yang baru terjadi sekarang. Kerugian itu sudah dari dulu," tegasnya.

Kedua, yang perlu diketahui, di akuntansi dalam sebuah perusahaan dikenal istilah laba bersih dan laba kotor. Untuk laba bersih di perusahaan maka hitungan akutansinya, berapa jumlah pendapatan dikurangi dengan berapa biaya operasional dalam setahun dan kemudian menghasilkan laba kotor.

"Kemudian dikurangi lagi biaya penyusutan. Barulah ada yang namanya laba bersih kalau kita bagi. Jadi, sejak kepemimpinan Pak Iwan sebagai direktur dan kebetulan saya juga sebagai dewasnya, sejak tahun 2020, itu kita sudah bisa hasilkan laba kotor kalau kasarnya," kata Abdul Azis Hasan.

Sehingga lanjutnya, antara biaya operasional dengan pendapatan PDAM sudah ada selisih. Dan itu dihitung laba kotor. Namun, untuk audit berdasarkan standar akutansi, sehingga dikurangi lagi dengan biaya penyusutan.

"Terkait dengan biaya penyusutan ini memang ada dari awal, itu ada kesalahan ketika pemerintah kota menyerahkan aset ini. Karena rupanya, sejak aset itu diadakan, belum pernah dilakukan penyusutan," paparnya.

Baca juga: Safari Ramadan di PDAM, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tarakan Beri Tali Asih kepada Para Pensiunan

Harusnya, pada saat aset tersebut diserahkan ke PDAM dalam bahasa peraturannya, itu sudah menggunakan nilai riil. Artinya sudaj disusutkan. "Makanya di PDAM ini ketiban biaya penyusutan sangat tinggi setiap tahunnya. Sehingga yang semula laba kotornya besar, karena lebih besar lagi biaya penyusutannya, jadi dihitung seolah-olah rugi secara akutansi," paparnya.

Ia menjelaskan, tahun 2024 setelah didalami, ada kesalahan dalam penetapan biaya penyusutan sehingga akan ada dilakukan koreksi. Dan itu boleh dilakukan. Ternyata lanjutnya, jaringan pipa PDAM harusnya bisa sampai 20 tahun. Namun ternyata selama ini cuma 8 tahun. "Di situ kelirunya. Jadi kalau nanti dilakukan perbaikan lagi, koreksi lagi pasti nanti labanya lebih besar dan walaupun belum dikoreksi, tahun ini 2024 sudah laba bersih," tegasnya.

Hanya saja kembali lagi walau sudah laba bersih, jika dikurangi akumulasi kerugian tetap saja dikatakan masih rugi. Ini perlu diperjelas agar masyarakat memahami alurnya.

Ia juga menjelaskan Full Cost Recovery (FCR), dikatakan belum FCR untuk PDAM Tarakan. Ia menjelaskan, sebenarnya setelah Gubernur Kaltara menetapkan ketetapan tentang FCR itu tarif batas atas dan tarif batas bawah, PDAM Tarakan sudah pernah FCR.

"FCR itu, harusnya PDAM, biaya dikeluarkan untuk memproduksi satu liter air, harusnya minimal sama dengan yang dijual kepada masyarakat. Kalau kemudian tidak sama, nanti ada kewajiban pemerintah untuk mensubsidi," jelasnya.

Ia menambahkan lagi, jika tidak FCR saat ini, karena terkalahkan oleh penyusutan tadi. Dan ini perlahan akan dilakukan perbaikan. Ia menjelaskan lagi jika mendapat untung, daerah tidak perlu disubsidi PDAM. Dan selama ini PDAM tidak ada lagi subsidi. Maksudnya jika harga jual Rp800 namun harga produksi Rp1000 maka Rp200 selisihnya dianggarkan daerah. Bisa jadi penyertaan modal.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved