Tarakan Memilih

Anggaran Pilkada Diajukan Rp 8 M, Beber Persoalan Pelanggaran Kampanye dan Dilema PKPU Belum Keluar

Total kebutuhan anggaran yang diajukan Bawaslu Kota Tarakan untuk kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 mendatang kepada Pemkot Tarakan sebe

Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH
Muhammad Zulfauzi, Ketua Bawaslu Kota Tarakan dalam sebuah pertemuan bersama Pemkot Tarakan, KPU Tarakan, Disdukcapil Tarakan tahun 2020 lalu. 

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Total kebutuhan anggaran yang diajukan Bawaslu Kota Tarakan untuk kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 mendatang kepada Pemkot Tarakan sebesar Rp 8 miliar.

Ini disampaikan Ketua Bawaslu Kota Tarakan, Muhammad Zulfauzi. Adapun pengajuan anggaran itu, pertama untuk honorarium badan adhoc terdiri dari panwaslu kecamatan beserta sekretariat, kemudian panwaslu kelurahan beserta sekretariat, sampai di level pengawas TPS (PTPS).

Kemudian lanjut Muhammad Zulfauzi, juga ada biaya untuk pelatihan bimtek untuk badan adhoc, penanganan pelanggaran di Sentra Gakkumdu maupun pelanggaran administrasi lainnya yang tentunya membutuhkan biaya.

“Termasuk misalnya mau datangkan ahli, termasuk dalam biaya penanganan pelanggaran,” terangnya.

Baca juga: Persiapan Setahun Jelang Puncak Pemilu, Bawaslu Malinau Dirikan Klinik Penguatan Kapasitas Pengawas

Selanjutnya ada biaya perjalanan dinas termasuk biaya sosialisasi media sosial semua terakomodir.

Adapun lanjutnya, pada momen Pilgub 2020 lalu, Rp 4,25 miliar dan yang mengusulkan Bawaslu Provinsi. Kemudian saat Pilwali 2018 yang didapatkan sebanyak Rp 2,7 miliar dari Pemkot dan tambahan dari Bawaslu RI Rp 1,5 miliar.

“Cuma sekarang kan tidak boleh lagi dibiayai. Harus dari pemda dibiayai. Prinsipnya anggarannya bisa mencukupi kebutuhan pengawasan karena akan berpengaruh terhadap kinerja apakah maksimal dalam bekerja, sedikit banyaknya dipengaruhi sumber daya,” ujarnya.

Minimal lanjutnya bisa mencukupi kebutuhan dasar, menyewa sekretariat dan kegiatan bimtek. Bimtek wajib dilakukan karena antara regulasi dan UU ada perbedaan.

Lebih lanjut dikatakan Muhammad Zulfauzi, dalam konteks temuan pelanggaran ia menjelaskan, prinsipnya, saat ini ada kampaye yang belum boleh dilakukan.

“Dan sebenarnya PKPU terkait kampanye belum dikeluarkan oleh KPU ini dilemanya. Tetapi untuk PKPU yang lama Nomor 33 tahun 2018 itu kalau tidak salah pasal 25 itu mengatur, kampanye dilarang tetapi bisa melakukan sosialisasi dengan dua metode, yang pertama itu pemasangan bendera dengan nomor urut, kemudian pertemuan internal,” terangnya.

Adapun saat ini, yang baru ditetapkan sebagai peserta pemilu baru partai politik. Terkait dengan DPD belum ditetapkan sehingga belum ditetapkan sebagai peserta pemilu.

Baca juga: Bawaslu Nunukan Beber Alasan Layangkan Laporan Oknum PPK ke KPU Pasca Posting Ketum PKB Cak Imin

“Parpol sebenarnya di PKPU hanya boleh melakukan pemasangan bendera dan nomor urut serta pertemuan terbatas internal mereka. Mereka juga perlu menyosialisasikan terkait dengan nomor urutnya, logo partai platform partai, dan visi misi di kalangan internal partai karena memang untuk masa kampanye baru dimulai 25 hari sebelum hari tenang menjelang pemungutan suara,” terangnya.

Adapun untuk baliho, flayer yang menuliskan nama calon presiden, karena konteksnya belum ada peserta pemilunya, maka lanjutnya, pada prinsipnya yang bisa dilarang yang sudah menjadi peserta.

“Kalau partai itu sebenarnya masih kita tunggu dari Bawaslu RI, kalau merujuk pada PKPU belum boleh melakukan kampanye,” pungkasnya.

(*)

Penulis: Andi Pausiah

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved