Bisnis Pakaian Impor Bekas

Kata Mereka: Pakaian Bekas Impor Harga Miring, Brand Lokal Tidak Kalah Bersaing

Keberadaan pakaian bekas impor tak bisa terwujud jika tak ada permintaan pasar, seperti hukum ekonomi adanya barang karena adanya permintaan.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: Sumarsono
Tribunnews.com
Sejumlah pembeli tengah memilih pakaian seken impor yang dijual di salah satu pasar di Jakarta. Penjualan pakaian bekas saat ini menjadi pembicaraan publik paska Presiden Joko Widodo mengeluarkan instruksi melarang impor pakaian bekas dari luar negeri. 

Ia juga menyampaikan pendapatnya setuju atau tidak pakaian impor bekas dilegalkan, khususnya di wilayah Kaltara, ia setuju saja.

“Karena di Kaltara, produk seken sudah ada sejak 90-an. Kedua, ada pilihan alternatif warga. Ketiga, produk tertentu memiliki harga lebih dikit murah. 

Sisi minus seken impor adalah menambah limbah fashion.  Perlu diketahui, bukan seken impor lawannya UMKM, tapi produk Cina.

Kedua, bahan baku berkualitas susah didapatkan di Indonesia apalagi Kaltara,” terang pria yang juga memiliki bisnis sablon ini.

Selain Asri, ada Jeki, sama pendapatanya lebih menyukai brand lokal. Karena harganya lebih ekonomis dari brand seken. Dari sisi kualitasnya lokal juga saat ini sangat baik.

“Tapi ada juga produk seken, sepatu 60 persen lokal. Kalau ditanya setuju dilegalkan, setuju saja jika memang brand second banyak diminati dan tentu masuknya melalui pengawasan ketat dan dikenakan pajak,” tegas pria beralamat di Kelurahan Kampung Satu ini.

Baca juga: Membongkar Jalur Impor Pakaian Bekas Ilegal dari Malaysia via Jalan Tikus Perbatasan Kaltara

Selain Jeki, ada juga Arpan, warga Tana Tidung.  Ia mengakui lebih menyukai brand lokal dengan alasan harga dan kualitas terjangkau.

Hal sama diungkapkan Anca, warga asal Sebatik, Kabupaten Nunukan.  Ia tegas menjawab lebih menyukai brand lokal.

Alasannya karena brand lokal juga  tidak kalah bersaing dari segi kualitas dan bentuk. Pun begitu juga corak dari produk lokal juga penuh kreatifitas.

“Cenderung  setiap kreativitas bentuk dan sebagainya memiliki makna tersendiri dari produk lokal yang dikeluarkan atau pasarkan. Saya pribadi lebih senang pada produk lokal”

Anca, pria lulusan alumni Universitas Borneo Tarakan.

Ia menyebutkan brand lokal yang ia miliki saat ini ada berbagai jenis, di antaranya produk Eiger,  Consina, Arei, Kartenz, Kalibre, Erigo dan 3 Second.

Saat ditanya mengenai apakah ballpres seharusnya dilegalkan, ia kembali tegas menjawab tidak setuju. 

Alasannya, selain pakaian bekas dilarang oleh Undang-Undang tentang Perdagangan, pakaian bekas juga tidak terjamin dari segi kebersihan dan sebagainya.

“Selain itu juga pakaian bekas bisa mengganggu pasar produk lokal dalam negeri yang bisa merugikan berbagai banyak pihak termasuk negara,” tegasnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved