Pengendalian Inflasi Musiman Dampak Ganda

SEDANG ramai-ramainya orang belanja, mendadak  menjadi lebih konsumtif. Jumlah belanja meningkat. Jenisnya juga beragam.

Editor: Sumarsono
HO
Dr. Margiyono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan. 

Oleh: Dr Margiyono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan

TRIBUNKALTARA.COM - SEDANG ramai-ramainya orang belanja, mendadak  menjadi lebih konsumtif. Jumlah belanja meningkat. Jenisnya juga beragam.

Mulai dari pilihan takjil berbuka hingga warna cat rumah yang paling sesuai.

Mungkin karena, sudah berpuasa seharian, sorenya mau kasih hadiah yang membahagiakan. Ketika puasa telah usai kelak ingin merayakan dengan maksimal.

Tak ayal bukan hanya makanan, pakaian, perhiasan. Bahkan perabotan pun menjadi perhatian untuk diperbaiki. Bahkan beli yang baru.

Tak hanya itu, bagi yang kangen kampung halaman, jauh-jauh hari sudah beli tiket. Bagi Mereka yang dipulau Jawa dan Sumatera lebih banyak pilihan.

Dari kendaraan pribadi, Bis antar kota antar provinsi (AKAP), Kereta api, pesawat.

Fenomena musiman itu menjadi berkah. Banyak pihak mendapat pekerjan dan bisnis sampingan baru.

Namun juga bisa mengerek tingkat harga. Bukan hanya harga makanan. Tetapi juga jasa lainnya. Termasuk jasa transportasi.

Baca juga: Pemkab Tana Tidung Rakor Tindak Lanjut Pengendalian Inflasi Daerah 2023, Ini yang Dibahas

Berkaitan dengan itu,  publikasi BPS setiap menjelang lebaran, selalu menempatkan kenaikan harga pangan dan transportasi pada posisi pertama dan kedua.

Keduanya berpengaruh signifikan terhadap inflasi musiman. Menjelang lebaran.

Pangan selalu bertengger pada penyebab utama. Karena itu, Bank Indonesia (BI), melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah ( TPID ).

Tujuannya untuk meminimalisir kenaikan harga dan dampak berantainya.

Tulisan ini mencoba membahas strategi lain dalam pengendalian inflasi musiman. Tujuannya tentu untuk mendapatkan pemahaman yang tepat.

Sehingga ada  solusi pengendalian inflasi musiman yang efektif.   

Pola Inflasi Kalimantan 

Inflasi Kalimantan Secara umum  lebih tinggi dibanding nasional. Meskipun begitu polanya sama. 

Berkaitan dengan inflasi musiman kita akan menengok inflasi bulan April dan Mei tahun 2022.

Pola Inflasi nasional tahun 2022 bulan April lebih rendah dibanding Mei.

Baca juga: Inflasi Kaltara Rendah di Awal Tahun, Gubernur Zainal Paliwang Beber Langkah Pengendalian

Bulan April tahun lalu inflasi nasional 3,47 persen (yoy). Kemudian Mei 3,55 persen.

Penyumbang tertingginya adalah harga makan, minun dan tembakau. Kemudian disusul transportasi.

Inflasi  Kalimantan untuk semua provinsi  (yoy) pada periode yang sama lebih tinggi dibanding nasional. Misalnya Kalimantan Barat April tahun yang sama  4,21 persen.

Kemudian  Mei 2022  naik menjadi 5,11 persen. 

Kalimantan Tengah justru jauh lebih tinggi. Bahkan masuk pada kualifikasi moderat.  April tahun lalu inflasinya 5,22 persen. Bulan berikutnya Mei 2022 naik menjadi 5,74 persen.

Kalimantan Timur periode April dan Mei tahun lalu juga mengalami kenaikan.

Tetapi diantara 4 provinsi yang lain inflasinya paling rendah. Kaltim pada April 2022 inflasinya 3,9 persen. Selanjutnya  Mei meningkat menjadi 4,27 persen.

Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Utara justru sedikit mengalami penurunan. Pada bulan April inflasi Kalsel 5,02 persen. Kemudian Mei 2022 turun menjadi 4,77 persen.

Kaltara April 2022 4,78 persen. Kemudian Mei turun sedikit menjadi 4,46 persen.

Kemudian pada periode Maret 2023, Kalimantan secara umum juga  lebih tinggi dibanding Nasional, kecuali Kaltara. Maret tahun ini inflasi nasional 4,97 persen (yoy).

Sementara periode yang sama Kalimantan: Kalbar 5,06 persen, Kalteng  5,62 persen, Kalsel 6,56 persen, Kaltim 5,24 persen dan Kaltara 4,17 persen.

Pola inflasi Kalimantan yang selalu berada diatas tidak bisa dipisahkan dengan ketergantungan Pulau ini, dengan barang kebutuhan daridaerah lain.

Terutama dari Jawa dan Sulawesi Selatan. Artinya harga barang di Kalimantan bukan hanya menunjukan biaya produksi riil.

Namun juga dipengaruhi oleh perubahan biaya transportasi.

Dampak Ganda Biaya Transportasi

Kenaikan harga pada saat mejelang lebaran memang lebih dipengaruhi oleh peningkatan  permintaan. Hal itu lebih relevan untuk daerah sentra produksi.

Berbeda dengan daerah konsumen. Daerah itu  mengalami pukulan ganda. Satu pihak kenaikan permintaan. Pihak lainnya adalah kenaikan biaya angkut.

Bukankah akibat banyaknya order para aktor transportasipun, ikut-ikutan jual mahal. Alias menaikan tarif.

Baca juga: Bawa Hasil Rakornas Kepala Daerah, Pemkab Malinau Diminta Rumuskan Upaya Penanganan Inflasi

Kalimantan dalam konteks struktur ekonomi dapat kita kategorikan sebagai daerah konsumen.

Karena,  Kalimantan lebih banyak di dominasi oleh pertambangan, kehutanan dan perkebunan. Karena itu inflasi di Kalimantan ditarik oleh permintaan dan biaya transportasi. 

Apalagi pada saat menjelang lebaran. Dimana mobilitas orang dan barang meningkat. Maka, operator yang sudah ngos-ngosan sepanjang tahun ingin menikmati surplus.

Dalam kondisi seperti itu, biasanya Regulator merespon dengan menerapkan tuslah (toeslag). Namun tahun ini nampaknya tidak ada tuslah.

Oleh karena alasan kenaikan pada saat ini lebih dipengaruhi oleh permintaan, Regulator (Kementerian Perhubungan)  hanya mengijinkan penerapan batas atas. 

Meskipun begitu, akibat kenaikan pemintaan jasa transport, medorong tarif meningkat. Sehingga terjadi kenaikan biaya transportasi dibanding periode sebelumnya. 

Sebagai contoh Kalsel pada Maret tahun ini atau sebulan menjelang lebaran Inflasinya tertinggi. Jauh diatas Inflasi Nasional dan provinsi lain di Kalimantan.

 Tingginya Inflasi di Kalsel lebih dipengaruhi oleh tingginya biaya transport. Kontribusinya mencapai 0,54 persen. Kemudian yang kedua adalah Mamin dan tembakau sebesar 0,13 persen.

Berbeda dengan penyebab inflasi nasional, yang lebih dipengaruhi oleh tingginya harga mamin dan tembakau, yaitu 0,46 persen.

Kemudian penyebab kedua adalah  transportasi. Kontribusinya  sebesar 0,29 persen.

Meskipun begitu, dari periode ke periode yang lain, polanya sama. Kedua variabel selalu berada pada posisi satu dan dua.

Oleh karena tidak semua daerah mampu mencukupi kebutuhannya sendiri maka kenaikan  harga pangan selain dipicu oleh tingginya permintaan, juga tidak bisa dipisahkan oleh tingginya biaya angkut.

Karena itu, menjaga stabilitas tarif  transportasi sepanjang waktu akan memberikan efek ganda.

Baca juga: Ramadhan dan Lebaran, DPRD Kaltara Minta Pemerintah Antisipasi Kenaikan Harga dan Angka Inflasi

Jika tarif transportasi satabil maka (1) harga pangan menjadi lebih stabil.

Alias tidak terpapar oleh naiknya biaya transportasi (2) Biaya transportasi tak lagi nangkring pada posisi kedua dalam mengerek inflasi.

Apabila hanya fokus pada pangan maka, kita akan berhadapan dengan  tekanan permintaan dan naiknya biaya transportasi.

Dengan menjaga stabilitas tarif transportasi kita tinggal berhadapan dengan tingginya pemintaan.

Pola yang berulang setiap musim, secara alamiah sudah terkondisi oleh mekanisme pasar.

Artinya permintaan yang meningkat oleh konsumen sudah diantisipasi oleh peningkatan produksi oleh produsen.

Sepanjang tidak ada kejadian luar biasa (force majeure) hal itu sudah terkondisi. 

Oleh karena itu, pilihan melakukan  komunikasi dan koordinasi dengan regulator dan aktor sektor transportasi bisa menjadi pilihan strategis.

Selain menekan biaya transportasi, sekaligus menghindarkan pangan terpapar oleh kenaikan tarif transportasi.

Meskipun, bukan berarti meninggalkan sama sekali komunikasi dan koordinasi dengan TPID. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved