Irau Malinau 2023

Irau Aweh, Tradisi Perjodohan dan Pernikahan Adat Dayak Saban di Malinau Zaman Dulu

Zaman dulu masyarakat Dayak Saban memiliki prosesi Irau Aweh untuk pasangan muda-mudi yang akan melakukan proses perjodohan dan pernikahan.

Penulis: Mohamad Supri | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ MOHAMMAD SUPRI
Prosesi perjodohan dan pernikahan adat Dayak Sa'ban kala dulu diperagakan dalam Irau ke-10 Malinau, Kalimantan Utara, Rabu (11/10/2023). 

Ada 4 prosesi penting dalam tahapan pernikahan masyarakat adat Dayak Sa'ban.

Tahapan pertama, duduk sanding oleh kedua mempelai. Kepala adat akan mengusap kening serta wajah bagian atas kedua mempelai dengan burak.

Kemudian, keduanya akan merapal mantra "si' sawai si' hnau, si' lawai" yang berarti satu pikiran, satu hati dan sejalan. Keduanya saling menyuap, minum dan makan bersama.

Prosesi ini bermakna kedua mempelai terikat akad, saling mengisi, memaklumi kekurangan dan keadaan masing-masing melalui ikatan pernikahan.

Baca juga: Belanyat Kerajinan Khas Dayak Tembus Pasar Manca Negara, Ikut Pecahkan Rekor MURI Irau Malinau 2023

Kedua, tetua menyampaikan nasihat. Bukan dengan pidato namun dengan sastra khas Sa'ban, Layut. Sebuah sastra lisan menyerupai syair. Disampaikan dengan cara dilagukan.

Selanjutnya adalah jamuan makan bersama yamg merupakan prosesi ketiga. Keluarga mempelai saling berpasangan antara kerabat laki-laki dan perempuan. Laki-laki berpasangan laki-laki dan begitu sebaliknya.

Masing-masing saling menyuap jamuan, dengan sajian lemak daging babi paling tebal dengan panjang sekira 20-30 centimeter, menandai kesepakatan kedua belah pihak menyatu sebagai keluarga besar.

Tak dikenal istilah Purut, Mahar atau Jujuran dalam pernikahan adat Dayak Sa'ban. Namun sebagai itikad baik dari mempelai laki-laki, keluarga akan melaksanakan syukuran dengan menyembelih ternak, kerbau atau babi.

Ini merupakan prosesi keempat dalam pernikahan adat.

Baca juga: Bupati Wempi dan Istri Dianugerahkan Gelar Kebesaran Bangsa Dayak Saban, Sarat Doa dan Harapan

Biasanya, mempelai perempuan membawa kerabatnya bersama kerabat laki-laki membuat sawah baru. Diantaranya membuat pematang atau meratakan sawah sebagai modal hidup kedua mempelai.

Tradisi ini masih bertahan, namun bukan dengan menggarap sawah, disederhanakan dengan memberikan peralatan rumah tangga.

"Prosesi pemberkatan adat atau pernikahan adat sudah tidak dikenal saat ini, yang ada hanya pernikahan gereja. Namun sejumlah nilainya disesuaikan dengan perkembangan zaman. Seperti proses lamaran saat ini masih kerap kita jumpai saat ini," Ujar Kepala Adat Dayak Sa'ban Malinau menutup penjelasannya.

(*)

Penulis : Mohammad Supri

 

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved