Berita Daerah Terkini

Keluarga Korban Pembunuhan 1 Keluarga di Babulu Laut Minta Pelaku Dihukum Mati, Wajah Tak Menyesal

Keluarga korban pembunuhan satu keluarga di Babulu Laut, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur minta Hakim Pengadilan Negeri PPU pelaku dihukum mati.

Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim
Suasana depan ruangan sidang perdana kasus pembunuhan satu keluarga Desa Babulu Laut, Penajam Paser Utara di Pengadilan Negeri PPU, Selasa (27/2/2024) / NITA RAHAYU 

TRIBUNKALTARA.COM, PENAJAM – Keluarga korban pembunuhan satu keluarga di Babulu Laut, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur minta Hakim Pengadilan Negeri PPU agar pelaku dihukum mati.

Dengan bibir bergetar menahan amarah, Putut Sunaryo (33) meminta agar Hakim PN Penajam Paser Utara menjatuhkan hukuman mati untuk Junaedi (18).

Pelaku pembunuhan sadis di Babulu Laut menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri PPU, Selasa (27/2/2024).

Putut tidak sendiri. Ia dan keluarga korban lainnya sengaja datang ke PN PPU untuk mencari keadilan.

“Saya dan kami semua meminta pelaku dihukum mati. Itu minimal, dan jujur saja itu belum sebanding dengan apa yang dia lakukan,” kata Putut.

Putut adalah adik kandung dari Waluyo, korban pembunuhan di Babulu Laut yang terjadi pada Selasa (6/2/2024) lalu.

Baca juga: Update Kasus Pembunuhan Satu Keluarga di PPU, Kejiwaan Junaedi Diperiksa, Berkas Perkara Dilimpahkan

Ia datang dengan memboyong sekitar 30 orang keluarganya menggunakan mobil, sejak pagi.

Berharap diizinkan masuk ke ruangan sidang untuk menyaksikan langsung proses tersebut.

Namun  terbentur aturan, ia dan keluarganya hanya bisa duduk di pelataran gedung pengadilan.

PEMBUNUHAN SADIS - Lima jenazah sekeluarga yang menjadi korban pembunuhan sadis di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur tiba di rumah duka, Selasa (6/2/2024) sore.
PEMBUNUHAN SADIS - Lima jenazah sekeluarga yang menjadi korban pembunuhan sadis di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur tiba di rumah duka, Selasa (6/2/2024) sore. (ST Facebook/Innem Aja)

Jangankan pihak keluarga, kuasa hukum pun tak mengetahui apa yang terjadi dalam persidangan. Mereka sepenuhnya diwakili oleh jaksa penuntut umum.

Saksi yang masuk kedalam ruangan sidang juga tak dipertemukan langsung dengan terdakwa. Mereka dimintai keterangan mengenai kronologi awal kejadian.

Proses persidangan  berlangsung tertutup, dimulai pukul 10.00 WITA hingga pukul 15.00 WITA.

Berdasarkan informasi yang diterima, dalam ruangan itu hanya ada setidaknya tujuh orang.

Terdiri dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), hakim, saksi, pihak UPT PPA, kuasa hukum terdakwa, terdakwa serta dari pihak Bapas.

Baca juga: Hindari Aksi Anarkis Warga, Rumah Pelaku Pembunuhan Sadis di PPU Dihancurkan, Keluarganya Diusir

Pakaian yang dikenakan hakim juga hanya seragam biasa tanpa toga. Ruangan sidang Junaedi dijaga ketat kepolisian.

Pintu bagian depan dan belakang, bersiaga polisi yang dilengkapi senjata laras panjang.

Menurut Kuasa Hukum korban, Asrul Paduppai, keluarga sangat ingin menyaksikan proses sidang, minimal perwakilan.

Rumah keluarga Jnd (17), pelaku pembunuhan sadis satu keluarga di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, PPU dihancurkan dengan alat berat pada Sabtu (10/2/2024) pagi.
Rumah keluarga Jnd (17), pelaku pembunuhan sadis satu keluarga di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, PPU dihancurkan dengan alat berat pada Sabtu (10/2/2024) pagi. (IST/Tribun Kaltim)

Tetapi karena regulasi, mereka hanya diwakili oleh jaksa.

"Kita sudah berusaha meminta kepada jaksa tapi memang tidak dibolehkan, kita menghormati proses persidangan ini," ungkap Asrul.

Pihak keluarga juga sempat mengutarakan kekecewaan, karena sejak proses rekonstruksi hingga sidang perdana, mereka tidak bisa menyaksikan.

Ia mengungkapkan, dalam persidangan ini pihaknya menghadirkan setidaknya empat saksi.

Terdiri dari Ketua RT 18, adik korban, keluarga korban, dan teman tersangka yang ditemani sesaat sebelum melancarkan aksi pembunuhannya.

Terakhir dimintai keterangan yakni teman dari tersangka, dan saat ini masih berada di dalam ruangan sidang.

Dalam proses meminta keterangan, saksi juga tidak dipertemukan dengan tersangka Junaedi.

Kata Asrul, usai agenda sidang hari ini, ia masih berupaya untuk menghadirkan dua saksi ahli, terdiri dari kriminolog dan psikolog.

"Kita akan tambah saksi ahli, ini kita masih mengusulkan ke jaksa," sambungnya.

Baca juga: INI Alasan Rumah Keluarga Pelaku Pembunuhan Satu Kelurga di Babulu PPU Dihancurkan dengan Alat Berat

Tidak Terlihat Ekspresi Menyesal

Sekitar pukul 13.00 WITA tiga orang saksi kasus pembunuhan satu keluarga di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) terlihat keluar dari ruangan sidang. 

Salah satunya Ketua RT 18, Agus Salim.

Ia mengaku dimintai keterangan cukup lama.

Ia dicecar banyak pertanyaan dan diminta untuk menyampaikan kronologi awal kejadian, saat terdakwa mengadu kepada dirinya. 

Terdakwa pada saat itu menyebut melihat ada pengeroyokan 10 orang dan pembacokan terhadap Waluyo dan istrinya. 

“Dia santai saja saat ngomong. Ia mengaku melihat,” ucapnya.

Bahkan menurut Agus, terdakwa awalnya mengaku sudah berusaha membela keluarga Waluyo. 

“Dia mengaku di luar rumah ada 3 orang, dia bacok kena satu orang lalu mereka lari,” kata Agus.

Terdakwa juga memberikan keterangan awal kepada dirinya bahwa, 6 orang lainnya keluar dari rumah.

Terdakwa mengaku sempat menunjuk kepada enam orang tersebut dan mengancam akan membunuh mereka.

Kemudian enam orang itu menurut terdakwa, minta ampun dan lari.

Baca juga: Update Kasus Pembunuhan Satu Keluarga di PPU, Polisi Gelar Reka Ulang: Pelaku Tak Terlihat Menyesal

Setelah itu terdakwa pulang mandi dan membangunkan kakaknya lalu lapor kepada dirinya selaku Ketua RT. Saat menerima laporan, Agus mengaku sama sekali tak menaruh curiga terhadap terdakwa.

“Yang ada saya panik,” ujarnya.

Kemudian di tengah laporan, Agus pun bergegas menuju ke rumah korban. Bahkan si terdakwa membonceng Agus.

Sedangkan kakak terdakwa dibonceng anak Agus. Saat tiba di rumah korban, Agus membuka pintu dan melihat korban Waluyo.

“Innalillahiwainnailaihirojiun, dan saya teriak sekencangnya,” cerita Agus.

Ia pun memanggil nama istri korban.

“Nar Nar, dua kali saya teriak, tidak ada suara apa-apa. Akhirnya saya mundur, anak-anak juga mundur. Lalu saya ambil handphone dan lapor ke Polres,” terangnya.

Yang menambah perasaan pilu keluarga korban, kata Agus,  terdakwa Junaedi sama sekali tak pernah menunjukkan ekspresi atau raut wajah menyesal. 

“Saat berbohong atau berpura-pura menjadi saksi, Junaedi juga tampak tenang dan turut menyaksikan kepanikan keluarga korban di lokasi kejadian,” tambahnya.

Selama sidang berlangsung, Agus mengaku tak melihat terdakwa. 

Demikian halnya dengan saksi dari keluarga korban, Mujiono (adik Waluyo).

Ia hanya melihat ada tiga hakim, dan jaksa penuntut, serta pembela terdakwa yang semuanya mengajukan pertanyaan.

Baca juga: 5 Jenazah Korban Pembunuhan Sadis di PPU Dikuburkan di Satu Liang, Ratusan Warga Ikut Menguburkan

Namun ia tak ingat berapa pertanyaan yang diajukan.  Ia juga mengaku tidak dikonfrontir dengan keterangan dari terdakwa. 

Saat sidang, Mujiono menceritakan kejadian saat dirinya datang  ke TKP usai dihubungi anak Ketua RT Agus Salim.

Menurut Mujiono, pelaku saat itu juga masih berada di lokasi kejadian.  Saat itu Mujiono juga tak punya kecurigaan terhadap pelaku karena fokus menangani korban. 

Pelaku cuma diam saja, berdiri. Tidak ada kata-kata,” katanya. Mujiono mengaku baru mengetahui terduga pelaku pada pukul 9.00 pagi itu.

Terdakwa di Ruang Terpisah

Sidang perdana kemarin, agendanya  pembacaan dakwaan, pemeriksaan saksi dan pembuktian. Proses persidangan berlangsung cukup lama dan tertutup. 

Suasana di depan dan di belakang ruangan sidang dijaga ketat pihak kepolisian lengkap dengan senjata laras panjang.

Juru bicara PN Penajam, Amjad Fauzan mengatakan, saat proses persidangan yang hadir hanya Majelis Hakim, kuasa hukum sekaligus pendamping terdakwa, Balai Pemasyarakatan Kemenkumham, Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta saksi.

Pihak keluarga terdakwa Junaedi sama sekali tidak ada yang hadir dalam sidang kali ini, sehingga pendampingan dilakukan kuasa hukum yang ditunjuk oleh Majelis Hakim.

Saat sidang berlangsung, juga tidak ada atribut persidangan yang digunakan.

Majelis hakim tidak menggunakan toga, penasihat hukum dan jaksa penuntut hanya mengenakan seragam yang biasa dipakai sehari-hari, dan terdakwa juga tidak memakai baju tahanan.

Ada beberapa pertimbangan sehingga Junaedi berbeda ruangan dengan para saksi.

Pertama karena alasan kondusifitas persidangan, kemudian dikhawatirkan dapat mengganggu psikologis dari saksi maupun terdakwa, juga dikhawatirkan saksi tidak dapat memberikan keterangan objektif apabila bertemu dengan terdakwa akibat dikuasai emosi.

Baca juga: Begini Kronologi Pembunuhan Satu Keluarga di PPU, Waluyo Dikenal Baik dan Pendiam

“Keterbukaan saksi dalam persidangan, kalau dihadapkan nanti saksi terbebani untuk menyampaikan, itu akan jadi sulit bagi kita menggali faktanya, dan itu secara undang-undang dibolehkan,” ucap Fauzan.

Namun Junaedi tetap mendengar apa yang disampaikan oleh para saksi, serta dikonfrontasi oleh Majelis Hakim.

Seluruh kesaksian yang didengar langsung oleh Junaedi, dibenarkan dan sama sekali tidak ada eksepsi atau keberatan darinya.

“Tadi tidak ada keberatan atau eksepsi dari pihak anak, jadi dilanjutkan  langsung ke proses pembuktian,” lanjutnya.(taa)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved