Opini

Tantangan Rupiah Digital dalam Sistem Pembayaran yang Inklusif, Integratif, dan Protektif

Sesuai Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025 dan Blueprint Pengembangan Pasar Uang 2025, Bank Indonesia mendorong transformasi digital nasional.

Editor: Sumarsono
HO
Dr. Margiyono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan. 

Secara struktural,  kebijakan moneter (financial policy)  memiliki karakteristik sentralistik yang lebih tinggi dibanding kebijakan fiskal (fiscal policy).

Pendekatan kebijakan sentralistik kewenangan berada pada otoritas tertinggi. Karena itu, implementasinya menjadi lebih efektif dan dapat diputuskan dengan segera.

Asumsi kebijakan sentralistik memandang bahwa, semua lapisan (struktur)  masyarakat memiliki karakteristik  yang sama.

Padahal struktur sosial dan ekonomi pastilah “berbeda”. Tidak heran jika, terdapat beberapa kebijakan yang hanya menyentuh kelompok tertentu.

Hal ini sesuai dengan hasil kajian Earle dkk (2017) yang membuktikan bahwa, mainstream ekonomi hanya akan menghasilkan Econocracy.

Baca juga: Perkembangan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Nilai transaksi BI-RTGS Alami Kenaikan

Hanya “kelompok elite” yang jumlahnya sedikit yang paham.

Hasil studi itu  mengkonfrontir  bahwa jumlah penduduk dan pelaku usaha yang unbanked, bukan sebagai kelompok elite. 

Jika dikelompokan ke dalam sektor formal dan informal, maka sebagaian besar sektor yang  unbanked  adalah sektor informal.

Mereka itu; petani kecil, nelayan kecil, pedagang kecil, orang-orang pinggiran yang termarginalisasi.

Tanpa sentuhan yang tepat, digitalisasi berpotensi meninggalkan mereka lebih jauh lagi di belakang.

Kaitan Rupiah Digital dengan HP adalah nyata. Sementara pemilik sangat banyak dan menyebar.

Oleh karena itu Rupiah Digital berpeluang mengintegrasikan antar-sektor; antar-wilayah dan antar-aktor.

Meskipun demikian masih ada kendala yaitu:

1. Elektrifikasi nasional masih terdapat 0,8 persen (BPS, 2023) masyarakat yang tidak memiliki akses listrik.

Untuk kendala ini, hal yang lebih serius adalah tingginya porsi sumber energi fosil untuk   pembangkit listrik nasional mencapai 90,22 persen.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved