Opini
Waspadai Efek Berantai Kelangkaan Kayu di Kalimantan Utara
Dua pekan terakhir Kaltara dihangatkan dengan diskusi masalah kayu. Informasi beredar, sedang ada upaya penertiban dan penegakan regulasi perkayuan.
Hutan alam terus berkurang sementara hutan rakyat belum ada.
Berbeda dengan di Pulau Jawa saat ini. Beberapa lahan kosong bahkan sebagian lahan pertanian kini menjadi hutan kembali.
Pemicunya, para pemilik lahan kerja disektor laian atau daerah lain.
Sehingga lahan yang kosong ditanami kayu dengan tujuan jangka panjang untuk pensiunya nanti.
Sehingga kayu relatif tersedia dengan jumlah yang memadai. Karena itu harganya juga lebih stabil.
Belum lagi, faktor adanya produk pengganti kayu yaitu, gafalum, alumonium, dan metal lainnya, sehingga harga betul-betul terjaga.
Baca juga: Solusi Kelangkaan Kayu, Pengusaha Kayu Ingin Kepastian Hukum dengan Adanya Perda
Meskipun hutan di Kalimantan masih luas, namun hutan rakyat belum ada.
Lahan bekas hutan, jika tidak menjadi kawasan pertambangan dan perkebunan ia sebagai padang ilalang.
Selain tidak produktis ilalang sangat rawan terhadap kebakaran hutan.
Dampak Berantai Kisruh Perkayuan
Kelangkaan kayu dengan berbagai alasan yang menyertai akan memiliki dampak berantai.
Tidak hanya kepada naiknya harga dan turunnya daya beli, akan tetapi juga berdampak terhadap sektor; transportasi, konstruksi dan industri.
Ketiadaan kayu mengakibatkan mobilitas perahu, truk dan pikup tak lagi punya muatan.
Artinya para pekerja perahu dan sopir pengangkut kayu tidak bekerja dan tidak punya pendapatan.
Kemudian keterkaitannya dengan sektor konstruksi adalah, secara umum saat ini Indonesia Timur sedang seru-serunya membangun fasilitas umum dan infrastruktur.
Baca juga: Pemkot Tarakan Berharap Ada Keputusan Resmi dari Pemprov Kaltara soal Kelangkaan Kayu
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltara/foto/bank/originals/Margiyono4.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.