Nunukan Memilih

Memasuki Masa Tenang, Bawaslu Nunukan Beber yang Boleh Dilakukan Parpol dan Potensi Kerawanan Pemilu

Bawaslu Nunukan, Kalimantan Utara beber potensi kerawanan Pemilu 2024 saat masa tenang mulai 11-13 Februari. Sebut yang boleh dilakukan Parpol.

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TribunKaltara.com / Febrianus Felis.
Ketua Bawaslu Nunukan Mochammad Yusran sosialisasikan potensi kerawanan pada masa tenang, belum lama ini. 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Bawaslu Nunukan, Kalimantan Utara beber potensi kerawanan Pemilu 2024 saat masa tenang mulai 11-13 Februari.

Ketua Bawaslu Nunukan, Mochammad Yusran menegaskan kepada partai politik (Parpol) dan tim kampanye pemenangan baik calon legislatif (Caleg), Capres-Cawapres, dan calon perseorangan (DPD RI) agar tidak melakukan kampanye saat masa tenang.

Lararangan melakukan kampanye saat masa tenang tercantum dalam Pasal 276 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 492 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Jo Undang-undang Nomor 7 Tahun 2003. Termasuk Pasal 27 PKPU Nomor 15 Tahun 2023.

"Kampanye dalam bentuk apapun tidak boleh di masa tenang. Baik itu dikemas dalam bentuk sosialisasi, silahturahmi, pentas seni, kegiatan keagamaan, dan lainnya," kata Mochammad Yusran kepada TribunKaltara.com, Minggu (11/02/2024), sore.

Baca juga: Masa Tenang Pemilu Serentak 2024, Bawaslu Nunukan Beri Waktu Parpol Tertibkan APK Hingga 12 Februari

Sementara itu, yang boleh dilakukan Parpol hanya Bimtek penguatan saksi peserta Pemilu sepanjang tidak ada unsur kampanye.

"Kalau Bimtek saksi boleh. Kalaupun ada logo partai, spanduk tidak masalah sepanjang tidak ada penawaran visi, misi, program dan/atau citra diri. Jadi piur Bimtek penguatan saksi peserta Pemilu," ucapnya.

Potensi kerawanan lainnya yakni konten kampanye di sosial media yang belum dibersihkan atau dihapus.

Termasuk juga media massa, media cetak, media Daring (dalam jaringan), media sosial, dan lembaga penyiaran menyiarkan berita, iklan, rekam jejak atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye Pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu.

"Pengumuman hasil survei atau jejak pendapat tentang Pemilu tidak boleh," tambahnya.

Menurutnya potensi intimidasi dan kekerasan yang dapat mempengaruhi pemilih, kandidat dan/ atau penyelenggara Pemilu juga rawan terjadi.

Terlebih politik uang melalui pembagian sembako, bantuan sosial, pembagian uang dengan dalil uang transportasi.

Termasuk juga memberikan atau menjanjikan uang dan/ atau materi lainnya kepada Pemilih.

"Dalam masa tenang sampai hari pencoblosan semua orang bisa terjerat pidana Pemilu termasuk politik uang. Berbeda dengan masa kampanye yang dibatasi hanya tiga subyek yakni peserta Pemilu, pelaksana, dan tim kampanye," ujar Yusran.

Lanjut Yusran,"Jadi hati-hati betul untuk para relawan, masyarakat, pemilih itu bisa kena pidana kalau mereka melakukan politik uang," tambahnya.


Pemilih Pemula Kehilangan Hak Pilih


Selain itu, Yusran menyampaikan bahwa pemilih pemula yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) namun belum melakukan perekaman e-KTP berpotensi kehilangan hak pilih pada 14 Februari.

Baca juga: Coba Fasilitasi PMI ke Malaysia Secara Ilegal, Polres Nunukan Tamukan Anak-anak, Satu Pelaku Dibekuk

"Ada situasi di mana usia pemilih pemula hari pencoblosan baru genap 17 tahun. Dia sudah terdaftar di DPT tapi belum perekaman atau belum punya Suket (surat keterangan) dari Disdukcapil maka kehilangan hak pilih," tuturnya.

Pemilih pemula tersebut di atas kehilangan hak pilihnya, lantaran KPU mensyaratkan pemilih harus membawa e-KTP atau setidaknya Suket dari Disdukcapil.

"Bahkan mereka yang punya KTP kalau tidak bawa disuruh pulang. Kalau yang punya identitas kependudukan digital di handphonenya lebih bagus lagi," ungkapnya.


Penulis: Febrianus Felis

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved