Pilpres 2024

Dugaan Pilpres Curang, Mahfud MD Singgung Kewenangan Mahkamah Konstiusi: Pemilihan Ulang Atau Batal

Diduga ada kecurangan, hasil hitung cepat atau quick count untuk kemenangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka tersebut menuai pro dan kontra. 

|
TPN Ganjar Mahfud/HO/IRWAN RISMAWAN/Antara Foto Andreas Fitri
Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD hadir saat melakukan pencoblosan (kiri) dan saat debat calon presiden Pemilu 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). 

Dari bukti-bukti kecurangan tersebut, MK memiliki wewenang untuk mengulang pemilu atau mendiskualifikasi pemenang pemilu.

"Ketika saya menjadi ketua MK, MK pernah memutus pembatalan hasil pemilu dalam bentuk perintah pemilihan ulang maupun pembatalan penuh, sehingga yang menang dinyatakan disqualified dan yang kalah naik," papar Mahfud. Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) ini pun memberikan contoh pemilu kepala daerah (pilkada) Jawa Timur 2008.

Saat itu, Khofifah Indar Parawansa dinyatakan kalah dari Soekarwo.

Hasil pilkada ini kemudian dibawa ke MK.

Baca juga: Soal Politik Uang, Begini Reaksi dan Cara Caleg Tarakan Lepas dari Budaya Curang di Pemilu

Capres di Pilpres 2024, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. (Kolase TribunKaltara.com /  Tribunnews / Jeprima dan Irwan Rismawan)
Capres di Pilpres 2024, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. (Kolase TribunKaltara.com / Tribunnews / Jeprima dan Irwan Rismawan) (Kolase TribunKaltara.com / Tribunnews / Jeprima dan Irwan Rismawan)

Dalam putusannya, MK membatalkan kemenangan Soekarwo.

Contoh lain, kata Mahfud, yakni Pilkada Bengkulu Selatan.

Pemenang pilkada didiskualifikasi lantaran terbukti curang.

Dengan bukti tersebut, MK memutuskan yang kalah dalam perhitungan suara untuk naik menjadi kepala daerah di daerah tersebut.

Contoh lainnya juga terjadi pada Pilkada Waringin Barat Kalimantan Tengah.

MK mendiskualifikasi pihak yang menang dan menyatakan pihak yang kalah menjadi pemenang.

Menurut Mahfud, contoh-contoh sengketa pemilu itu telah menjadi yurisprudensi atau keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam Undang-Undang.

Yurisprudensi ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaian suatu perkara yang sama.

"Jadi, ini sudah menjadi yurisprudensi dan juga menjadi aturan di undang-undang, di peraturan KPU (Komisi Pemilihan Umum), di peraturan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) itu ada pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif itu,” kata Mahfud.

“Jadi, ini bukan hanya yurisprudensi sekali lagi, tetapi juga termasuk di dalam peraturan perundang-undangan dan buktinya banyak pemilu itu dibatalkan, didiskualifikasi," imbuhnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved