Tarakan Memilih

Penjelasan Disdik Tarakan Terkait Dugaan Ijazah Palsu Caleg Terpilih Tarakan: Dapat Dicek di Dapodik

Kepala Disdik Tarakan Tamrin Toha akhirnya berikan penjelasan terkait dugaan ijazah palsu paket C yang digunakan caleg terpilih di Tarakan inisial SS.

|
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH
Tamrin Toha saat diwawancarai media, Jumat (26/7/2024) di ruangannya Kantor Disdik Tarakan 

TRIBUNKALTARA.COM,TARAKAN – Ramai pemberitaan dugaan penggunaan ijazah palsu melibatkan salah seorang caleg terpilih di Tarakan, Kalimantan Utara ditanggapi Dinas Pendidikan atau Disdik Tarakan.

Diberitakan sebelumnya, dugaan ijazah palsu oleh caleg terpilih di Tarakan berawal dari laporan Ketua LBH-HANTAM, Alif Putra Pratama yang mendampingi kliennya ke Bawaslu Kaltara.

Diduga caleg terpilih di Tarakan inisial SS menggunakan ijazah palsu Paket C, ketika mendaftar di KPU Tarakan.

Berdasarkan informasi yang diterima kliennya, SS ini mendaftar sebagai peserta didik Paket C tahun 2016.

Sedangkan ijazah yang digunakannya saat mendaftar sebagai caleg Dapil 4 Tarakan ke KPU Tarakan lulus di tahun 2017.

Artinya, SS menempuh pendidikan Paket C jenjang SMA sederajat hanya 1 tahun.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 21 tahun 2011, pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa program pendidikan Paket C ini adalah program pendidikan dengan masa tempuh tiga tahun dalam jalur non formal.

“Makanya ijazah Paket C yang digunakannya (SS) itu kami duga palsu. Karena tidak memenuhi prosedur,” ungkapnya.

Kepala Disdik Tarakan Tamrin Toha menjelaskan secara umum mekanisme pendidikan Paket C atau setara SMA dikenal sekarangsebagai pendidikan kesetaraan termasuk Paket A dan Paket B, memiliki periode pembelajaran sama dengan pendidikan formal.

Baca juga: Dugaan Caleg Terpilih di Tarakan Kalimantan Utara Gunakan Ijazah Palsu, Begini Penjelasan KPU 

Misalnya jika ada anak putus sekolah di kelas 1 SMA kata Tamrin Toha dan ingin melanjutkan paket, maka sisa waktu harus ditempuh di Paket C. Dan harus dibuktikan dengan rapor saat masih duduk di bangku kelas 1 SMA.

“Jadi tidak ada lagi istilahnya dia putus di kelas 1, lalu mau mendaftar paket langsung mau ujian, tidak bisa. Jadi harus masuk kelas 1, ini sudah diatur dalam Permendikbud. Pendidikan kesetaraan itu, penyelenggaraannya sama seperti pendidikan formal karena di pendidikan non formal atau pendidikan kesetaraan punya data pokok pendidikan (Dapodik),” tegasnya.

Sehingga bisa dilihat data pendaftar kapan masuk sekolah dan kapan lulus pendidikan kesetaraan. Untuk memeriksa rekam jejak, bisa dilihat di data dapodik apakah pernah dan itu ada dalam sistem.

“Saya kira mencari nama di Dapodik bisa, nama, NIK,” jelasnya.

Kemudian ia melanjutkan, untuk penyelenggaran pendidikan kesetaraan ada 13 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan satu Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang dikelola pemerintah berstatus negeri.

Baca juga: Diduga Gunakan Ijazah Palsu, Caleg Terpilih di Tarakan Dilaporkan ke Bawaslu Kaltara

“Untuk PKBM berstatus dikelola masyarakat. Dan itu resmi terdaftar di Disdik Tarakan,” jelasnya.

Ia juga membenarkan sudah mendapat informasi pemberitaan dugaan penggunaan ijazah palsu. Dalam hal ini ia menanggapi memang untuk ijazah paket itu di image atau di paradigm masyarakat pendidikan kesetaraan selalu diragukan.

“Mungkin banyaknya dulu kasus. Tapi sekarang tidak bisa lagi dengan adanya transparansi data di Dapodik. Semua terekam dalam sistem Dapodik.

Kalau misalnya ada yang mempertanyakan tinggal kita lihat ya. Itu saya akui di tengah masyarakat masih ada image meragukan pendidikan kesejahteraan,” jelasnya.

Baca juga: Diduga Caleg Terpilih DPRD Tana Tidung Gunakan Ijazah Palsu, Bawaslu Kaltara Proses Laporannya

Karena memang lanjutnya sistem belajarnya fleksibel tidak sama dengan pendidikan formal. Bisa memilih waktu pagi, siang dan malam hari.

Tidak mesti dalam satu kelas juga sama dengan formal. Di SMA misalnya dalam satu ruangan 36 siswa, di pendidikan kesetaraan hanya tiga siswa sudah bisa berjalan.

“Tidak ada syarat minimal rombel, fleksibel. Kalau misalnya ada legalisir ijazah kita lihat juga bukti-buktinya,” jelasnya.

Disinggung misalnya mengenai semisal kasus yang dilaporkan LBH HANTAM terhadap salah seorang caleg terpilih di Tarakan inisial SS, bahwa caleg yang bersangkutan keluaran atau lulus di tahun 2017.

Artinya, ia menempuh pendidikan Paket C jenjang SMA sederajat hanya 1 tahun. Sementara, berdasarkan Permendikbud Nomor 21 tahun 2011, pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa program pendidikan paket C ini adalah program pendidikan dengan masa tempuh tiga tahun dalam jalur non formal.

Tamrin Tohan menanggapi bahwa jika kasusnya demikian, harus melihat dulu apakah dia (caleg bersangkutan) sudah pernah duduk di bangku kelas 3 SMA atau tidak.

Tamrin Toha, Kepala Disdik Tarakan
Tamrin Toha, Kepala Disdik Tarakan (TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH)

Baca juga: Ada Pejabat di Kaltara Diisukan Gunakan Ijazah Palsu, Ketua DPRD Dorong Pemprov Kaltara Telusuri

“Jika demikian, tinggal melanjutkan sisa waktunya. Karena banyak catatan, anak kelas tiga tidak sempat ujian karena sakit, ada masalah lain sehingga tidak bisa ujian.

Sehingga bisa daftar di paket dan bisa ujian. Kecuali kalau dia masih duduk kelas 1, maka harus mengikuti belajar di kelas 1 di pendidikan kesetaraan.

Yang tidak boleh itu misalnya dia baru duduk kelas 1 SMA baru putus, dan daftar Paket C kelas tiga itu tidak boleh karena harus dibuktikan pernah sekolah di SMA ada surat keterangan,” jelasnya.

Jika ada PKBM yang semisalnya melakukan sesuai tak prosedur, Dinas Pendidikan yang akan memberikan sanksi.

“Yang jelas Disdik berikan sanksi karena menyalahi aturan. Yang memberikan izin PKBM itu dari Pemkot Tarakan melalui verifikasi Disdik terkait pendirian lembaga pendidikan,”pungkasnya.

(*)

Penulis: Andi Pausiah

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved