Mata Lokal Memilih

Optimisme Ekonomi  Kalimantan Utara Pasca Pilkada Serentak 2024 dan Kebijakan PPN 12 Persen

Dampak Pilkada terhadap ekonomi pasti besar. Untuk daerah dengan banyak calon tentu lebih seru dalam dinamikanya, bahkan secara ekonomi makin banyak.

Editor: Sumarsono
HO
DR Margiyono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan 

Oleh: Dr. Margiyono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan

TRIBUNKALTARA.COM - Tak ada pesta yang tak usai. Pesta demokrasi Pilkada serentak 2024 barusan selesai.  

Masyarakat sudah menentukan pilihannya.  Pemimpin baru baik yang berwajah baru atau lama telah terpilih, meskipun belum ditetapkan.

Harapan muncul! Karena harapan juga dibangkitkan oleh para kandidat saat kampanye.   

Para calon pemimpin saat itu dengan tangan terkepal, meyakinkan visi, misi dan programnnya adalah yang terbaik, baik yang di kabupaten/kota atau provinsi.

Dampak Pilkada terhadap ekonomi pasti besar. Untuk daerah dengan banyak calon tentu lebih seru dalam dinamikanya, bahkan secara ekonomi makin banyak calon makin besar dampaknya.

Bukankah saat para calon mendekati calon pemilih harus merayu dengan sejuta bahasa.

Sejuta bahasa itu mulai dari spanduk, baliho, kaos, jaket, pesan makanan saat sosialisasi.

Semakin banyak calon makin seru cara pendekataanya. Padahal semua pendekatan itu bererarti belanja  yang gerakan ekonomi,

Kini mendekati akhir tahun seperti lomba atletik, menjadi momentum porsir seluruh kekuatan.

Betapa tidak pemerintah pusat dan daerah kejar realisasi anggaran.

Komisi Pemilihan Umum atau KPU Provinsi, Kota/Kabupaten juga gelontor anggarannya untuk penyelenggaraan Pilkada.

Kini sisa energi belanja akhir tahun nataru ( Natal dan Tahun Baru ) yang akan genjot konsumsi masyarakat.  

Baca juga: Kebocoran Ekonomi dan Kedaulatan Rupiah di Perbatasan

Bagi daerah wisata seperti Bali, Jogja, Labuan Bajo mendekti masa puncak kegiatan (pick seaseon).

Sektor transportasi, perhotelan, makan minum dan hiburan akan menggeliat maksimal.

Bahkan tidak peduli dengan issu kebijakan PPN 12 persen.

Jika kebijakan itu diberlakukan di tahun depan ada baiknya kita melakukan mitigasi dampak ekonominya secara lokal, Kalimantan Utara ( Kaltara ).

Mitigasi Dampak PPN 12 Persen di Kaltara

Kenaikan PPN menjadi 12 persen sudah pasti menyebabkan kenaikan beban masyarakat.  

Meskipun sejatinya pilihan itu bisa dihindari. Andaikan pemerintah bersedia melakukan efisiensi misalnya merampingkan birokrasi maka akan terjadi efisiensi anggaran.

Nampaknya, pilihan  itu tidak menarik. Tak heran jika masyarakat harus menahan ketidaknyamanan di hatinya.  

Termasuk masyarakat Kaltara, tentu.  

Berkaitan dengan kenaikan PPN 12 persen dan harapan pasca Pilkada di Kaltara dapat kita lihat dari struktur ekonomi Kaltara.

 Berdasarkan struktur ekonomi Kaltara, apabila dilihat dari sisi pengeluaran tampak bahwa, belanja pemerintah  (goverment) sebesar 7 persen.

Kemudian pembentukan  modal bruto atau sering disebut investasi 35 persen. Konsumsi  masyarakat 15 persen.

Struktur PDRB struktur pengeluaran didominasi oleh  ekspor.  Besarnya mencapai 43 persen, sehingga gangguan utama ekonomi Kaltara adalah pada perubahan nilai tukar.

Dimana apresiasi nilai tukar Rupiah potensial menurunkan ekspor.

Sementara faktanya selama ini Rupiah justru lebih banyak mengalami depresiasi.

Fenomena itu justru mendorong barang ekspor menjadi lebih murah.

Dampaknya permintaan komoditas ekspor dari Kaltara akan semamkin tinggi.

Potensi gangguan berikutnya adalah terhadap investasi karena, porsinya terbesar kedua, yaitu 35 persen.  

Kenaikan PPN menjadi sebesar 12 persen akan menyengat daya beli masyarakat.

Baca juga: Debat Pilkada Adu Visi-Misi, Bukan Sensasi

Dalam hal ini adalah konsumsi. Jika kita perhatikan  porsi konsumsi terhadap pembentukan PDRB di Kaltara adalah  15 persen.  Itu pun terbagi menjadi konsumsi pangan dan non pangan.

 BPS merilis konsumsi pangan sebesar 49,30 persen.

Sementara konsumsi  non pangan adalah 50,70 persen.

Apabila  penerapan PPN 12 persen hanya  barang mewah maka, kemungkinan besar hanya akan mempengaruhi lewat konsumsi non pangan.  

Artinya dampaknya hanya 7 persen.

 Itupun dengan asumsi semua non pangan adalah untuk barang mewah.  

Dengan prespektif optimis, bahwa konsumsi barang mewah adalah 50 persen, maka gangguan PPN 12 persen pada perekonomian Kaltara hanya sekitar 3,5 persen terhadap PDRB.

Terobosan Kebijakan Pasca Pilkada & Kemelut PPN 12 Persen

PPN 12 persen belakangan direvisi khusus untuk barang mewah.

Jika itu positif maka, dampak langsunganya hanya akan dirasakan masyarakat golongan atas, untuk Kaltara  BPS merilis sekitar 36,6 persen.

Mayoritas masyarakat berada pada golongan menengah.

Porsinya sebesar 41,7 persen, artinya bahwa sebagian besar masyarakat berada pada strata yang hampir sama.  

Hal itu pun dibuktikan oleh indeks gini  Kaltara hanya 0,264. Kriteria ketimpangan strukutural antar golongan yang rendah.

Kesejahteraan yang sama  pada golongan menengah, mengakibatkan goncangan terhadap konsumsi barang mewah ada tetapi tidak terlalu besar.

Jika goncangannya besar maka, bisa mengganggu konsumsi yang memang tersengat oleh tingginya harga.

Baca juga: Komisi II DPRD Kaltara Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Bakal Berdampak bagi Perekonomian Masyarakat

Betul bahwa, inflasi rendah. Hal itu ditunjukkan oleh deflasi yang berkelanjutan pada tahun 2024.

Bahkan sampai dengan 5 bulan berturut-turut.

Fenomena ini secara tekstual bisa disebut sebagai tingkat daya beli telah menyentuh pada titik yang maksimum.

 Artinya anggaran konsumen sudah teralokasi maksimal untuk semua kebutuhannya.

Dampaknya kenaikan harga sudah tidak mampu terakomodir oleh daya belinya, sehingga  gejala yang muncul adalah yang mengurangi jumlah pembelian dan itu jika berlaku kolektif.

Permintaan agregat yang terus menurun akan mendorong harga pun ikut turun.

Di tengah peluang akhir tahun dan lesunya daya beli sebenarnya melahirkan peluang setiap daerah untuk melakukan kreativitas kebijakan.

Baca juga: Menanti Janji Kepala Daerah Terpilih

Misalnya kebijakan fiskal. Pemerintah Daerah baik; provinsi kota/kabupaten dapat memanfaatkan potensi dan kewenangan  yang dimiliki.

 Misalnya menurunkan pajak hotel dan restoran yang untuk mendorong bertumbuh kembangnya sektor; pariwisata, penyediaan makan minum dan jasa hiburan.

Jangka pendek memang mengurangi PAD namun jangka menengah dan panjang memiliki kontribusi yang besar pada ekonomi daerah.

Efektivitas kebijakan ini dapat dilihat dari naiknya:  kunjungan pariwisata, jumlah pelanggan hotel restoran, makan minum dan jasa hiburan lain.

Jika itu berani diterapkan maka  meningkatkan kapasitas penciptaan lapangan kerja. Namun semua itu kembali pada political will pemerintah yang pimpinannya baru saja dipilih. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved