Berita Nunukan Terkini

Diduga Aniaya Istri Hingga Tewas, Pria di Tulin Onsoi Hadapi Dolop, Peradilan Adat Dayak Agabag

Peradilan Adat Dayak Agabag berupa Dolop tersebut dilakukan di Sungai Tulin, Jalan Trans Kaltara, RT 02, Desa Semunad, pada Jumat (17/01/2025).

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
HO/ Bajib
Peradilan Adat Dayak Agabag berupa Dolop tersebut dilakukan di Sungai Tulin, Jalan Trans Kaltara, RT 02, Desa Semunad, pada Jumat (17/01/2025), siang. (HO/ Bajib) 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Seorang pria di Desa Semunad, Kecamatan Tulin Onsoi, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) diadili dengan Peradilan Adat Dayak Agabag berupa Dolop, lantaran diduga telah menganiaya istrinya hingga meninggal dunia (MD).

Peradilan Adat Dayak Agabag berupa Dolop tersebut dilakukan di Sungai Tulin, Jalan Trans Kaltara, RT 02, Desa Semunad, pada Jumat (17/01/2025).

Wakil Ketua Lembaga Adat Dayak Agabag di Kecamatan Tulin Onsoi, Sati Baru mengatakan ritual Dolob merupakan sebuah prosesi adat dari etnis Dayak Agabag

"Ritual ini adalah suatu tradisi yang biasa dilaksanakan oleh adat Dayak Agabag untuk mencari pihak siapa yang salah dan siapa yang benar, setelah semua proses mediasi tak ada solusinya," kata Sati Baru kepada TribunKaltara.com, Sabtu (18/01/2025), malam.

Baca juga: 4 Fakta Selebgram Chandrika Chika Diduga Aniaya Mahasiswi di SCBD, Saling Pandang Berujung Kekerasan

Menurut Sati, ritual Dolop dilakukan untuk membuktikan tuduhan pembunuhan yang dilakukan seorang pria atas nama Roy (34) terhadap istrinya, pada saat menjelang malam tahun baru 2025.

"Istri Roy bernama Esther malam itu meninggal dunia tanpa diketahui penyebabnya apa. Pihak keluarga tidak punya bukti yang mengarah kepada tindakan pembunuhan atau penganiayaan," ucapnya.

Untuk prosesi pelepasan almarhum Esther, keluarganya melakukan ritual selama dua hari.

Pada hari kedua, saat jasad almarhum dimandikan dan digantikan kainnya, pihak keluarga melihat ada garis biru pada bagian leher.

Tak hanya itu, Sati juga beberkan bahwa pihak keluarga melihat ada luka pada bagian kepala dan memar pada kaki almarhum.

"Pihak keluarga menduga kuat bahwa meninggalnya Esther akibat tindakan Roy, suaminya. Dugaan pihak keluarga semakin kuat, setelah mendengar bahwa sebelum almarhum Esther meninggal dunia, Roy sempat minum Miras bersama saudara iparnya," ujarnya.

Seusai minum Miras, sekira pukul 02.00 Wita Roy pulang ke rumahnya untuk makan.

Tak lama setelah Roy berada di rumah, istrinya dikabarkan meninggal dunia

"Jadi Roy tinggal di rumah itu bersama istri dan anaknya, serta pembantunya. Saat kejadian, anak almarhum yang berusia tiga tahun sempat meminta pembantunya untuk memeluknya. Memang tidak ada modus yang diketahui pihak keluarga. Tapi diduga kuat akibat mabuk sehingga Roy tak sadar melakukan pembunuhan," tuturnya.

Selesai prosesi pemakaman almarhum Esther, pihak keluarga lalu melaporkan dugaan mereka kepada lembaga adat.

Selanjutnya, lembaga adat memanggil pihak keluarga almarhum Esther dan keluarga Roy.

"Dari proses mediasi yang dilakukan lembaga adat, akhirnya disepakati penyelesaian melalui Peradilan Adat Dayak Agabag berupa Dolop. Pihak keluarga yang salah atau kalah harus terima konsekuensi berupa denda," ungkap Sati.

Bagi yang Kalah Didenda

Roy yang dinyatakan bersalah dalam ritual Dolop tersebut harus menebus perbuatannya dengan menyediakan sejumlah barang adat sebagai denda.

"Barang-barang adat yang dimaksud yakni Sampak Ogong, Belayung Layin, Buah Liabay Ansak, dan Saluangan Bungkas.

Selain itu, Roy juga harus menyediakan kain sitak. Kain itu yang digunakan oleh Suku Agabag dalam acara adat," tambah Sati.

Bahkan Roy diwajibkan untuk menyerahkan seekor sapi dewasa dan uang tunai sebesar Rp30 juta. 

"Kalau dulu ada namanya Ambasa. Itu istilah nyawa tukar nyawa. Tapi seiring perkembangan masa, Ambasa lebih mempertimbangkan hukum agama dan undang-undang yang berlaku. Sehingga disepakati dengan barang-barang adat sebagai hukuman," imbuh Sati.

Dolop Hukum Tertinggi

Terpisah, seorang tokoh pemuda dari Dayak Agabag, Bajib menjelaskan bahwa ritual Dolop merupakan hukum tertinggi bagi etnisnya.

Prosesi Dolob diawali dengan pemanggilan arwah leluhur atau roh nenek moyang.

Setelah upacara ritual pemanggilan roh, kedua belah pihak yang bersengketa dipersilakan masuk ke sungai sebagai arena upacara Dolop.

"Tempat pelaksanaan ritual Dolop harus di sebuah sungai dan tetua adat yang mempersiapkan berbagai persyaratan. Seperti kayu rambutan hutan atau kalambuku yang digunakan sebagai penanda arena upacara. Selain itu juga sebagai penanda tempat kedua warga yang bertikai untuk melakukan penyelaman," terang Bajib.

Pada sungai tersebut, tetua adat akan menancapkan dua buah kayu kalambuku dengan kedalaman sepinggang orang dewasa.

Bajib menjelaskan bahwa inti dari upacara pemanggilan roh yakni meminta izin kepada Tuhan untuk mengadili kedua pihak yang berperkara.

Baca juga: Gegara Campuri Urusan Pribadi, Pria di Nunukan Tega Aniaya Temannya Pakai Sajam, Luka di Punggung

Upacara pemanggilan roh dilakukan dengan cara batang pisang dipukul-pukul ke tanah sekira 5 menit oleh tetua adat.

Setelah dirasa leluhur sudah hadir, selanjutnya ritual Dolop dimulai. 

"Dua pihak yang berperkara akan menyelam sembari memegang batang kalambuku. Bagi yang bersalah, dia akan lebih cepat muncul ke permukaan sungai dan menjadi pihak yang kalah. Dalam ritual ini, Roy kalah karena lebih dulu muncul ke permukaan," terang Bajib.

Penulis: Febrianus Felis

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved