Berita Tana Tidung Terkini

Hilirisasi jadi Kunci, Harga Sarang Burung Walet di Tana Tidung Turun Imbas Perdagangan Global

Salah satu sumber usaha yang sering ditemui di Kabupaten Tana Tidung, Kaltara ialah dari sarang burung walet.

Penulis: Rismayanti | Editor: M Purnomo Susanto
TribunKaltara.com/Rismayanti
RUMAH BURUNG WALET - Salah satu unit rumah burung walet yang ada di Desa Tideng Pale, Kecamatan Sesayap, Kabupaten Tana Tidung, Kaltara, gambar diambil 15 Agustus 2024. Tercatat rumah burung walet di Tana Tidung saat ini sebanyak 1.545 unit. (TribunKaltara.com/Rismayanti) 

TRIBUNKALTARA.COM, TANA TIDUNG - Salah satu sumber usaha yang sering ditemui di Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara ( Kaltara ) ialah dari sarang burung walet.

Tercatat dari data Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DPPP) Tana Tidung jumlah rumah burung walet dari lima kecamatan yang ada di Kabupaten Tana Tidung yaitu sebanyak 1.545 unit

Angka ini terbilang cukup banyak terutama jika mengingat jumlah penduduk masyarakat Kabupaten Tana Tidung tidak sebanyak daerah lainnya di Kaltara.

Meski jumlah rumah walet masih stabil di Kabupaten Tana Tidung cukup banyak, geliat usahanya disebut menurun karena harga jual yang anjlok di pasaran akibat imbas dari fluktuasi perdagangan global.

Baca juga: Dua Pria di Nunukan Bobol Sarang Burung Walet, Korban Rugi Rp 99 Juta, Satu Pelaku Residivis

Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan ( DPPP) Tana Tidung, Rudi, mengatakan bahwa penurunan harga sarang burung walet terjadi secara nasional, bahkan internasional, seiring melemahnya pasar ekspor ke Tiongkok yang selama ini menjadi tujuan utama.

“Kalau sarang burung walet itu dari 1.545 unit rumah burung walet se-KTT sepertinya masih segitu. Cuman kendalanya sekarang ada penurunan harga sarang walet, dan itu memang dari perdagangan globalnya,” ujar Rudi.

Ia menjelaskan, ekspor sarang burung walet kini tidak lagi diperbolehkan dalam bentuk mentah.

Pemerintah mewajibkan agar produk tersebut sudah diolah sebelum diekspor, kondisi ini menyebabkan banyak pelaku usaha kecil menjual hasil panen mereka melalui pengepul lokal.

“Sekarang sarang burung walet itu tidak boleh ekspor mentah, harus yang sudah diolah. Karena harganya drop, masyarakat juga tidak terlalu ramai. Mereka jualannya lewat pengepul, dari tangan ke tangan,” jelasnya.

Rudi menilai, hilirisasi menjadi langkah strategis untuk menstabilkan harga sekaligus meningkatkan nilai tambah produk walet di daerah.

Dengan adanya industri pengolahan di tingkat lokal, masyarakat dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar.

“Yang mendesak itu hilirisasi. Kalau bahan bakunya sudah stay di sini, harga jual pasti naik karena tidak lewat tangan ke tangan. Nilai tukarnya juga lebih stabil, apalagi kalau pakai yuan yang tidak terlalu fluktuatif seperti dolar,” tambahnya.

Menurutnya, hilirisasi sarang burung walet memiliki potensi luas, selain untuk konsumsi, produk turunan walet dapat dimanfaatkan di berbagai sektor seperti farmasi, kosmetik, pupuk organik, hingga makanan bayi.

Baca juga: Diduga Jatuh dari Tebing, Warga asal Kalteng Tewas di Gua Sarang Burung Walet Desa Pejalin Bulungan 

“Turunannya banyak, ada ke industri obat-obatan, farmasi, pupuk organik, minuman, bahkan bubur bayi. Kalau hanya dijual mentah itu satu harga saja, tapi kalau sudah diolah nilai komoditinya bisa hidup,” katanya.

Saat ini, harga sarang burung walet campuran di pasaran berada di kisaran Rp 6 juta per kilogram, tergantung kualitas dan tingkat kebersihan produk.

"Informasinya harga sarang walet sekarang ini kalau campur itu Rp 6jt satu kilo cuman tidak tahu kalau update terakhir," pungkasnya.

(*)

Penulis : Rismayanti 

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved