Mata Lokal Memilih

Akademisi Unmul dan Berbagai Perguruan Tinggi Minta Presiden Netral, Jokowi: Itu Hak Demokrasi Ya!

Akademisi Universitas Mulawarman atau Unmul Samarinda dan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia ramai-ramai mengkritik Presiden Joko Widodo.

Editor: Sumarsono
Kompas.com
Para akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarya mengeluarkan pernyataan sikap polisi merespon situasi dan kondisi politik menjelang Pemilu 2024. Hal sama juga dilakukan UGM dan beberapa perguruan tinggi lainnya di Indonesia. (Kompas.com) 

TRIBUNKALTARA.COM, SAMARINDA – Akademisi Universitas Mulawarman atau Unmul Samarinda dan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia ramai-ramai mengkritik Presiden Joko Widodo ( Jokowi ).

Koalisi Dosen Unmul Samarinda menyatakan sikap meminta Presiden Jokowi tidak memihak alias netral dalam Pilpres 2024 mendatang.

Dosen Fakultas Hukum Herdiansyah Hamzah yang kut tergabung dalam Koalisi Dosen Unmul Samarinda menjelaskan, pada 24 Januari 2024 lalu Jokowi menyatakan Presiden berhak kampanye dalam Pemilu 2024.

Menurutnya, pernyataan ini kontra dengan apa yang telah disampaikan sebelum–sebelumnya yang menegaskan akan netral dan meminta seluruh jajarannya netral

Demokrasi yang dibangun di atas darah dan air mata saat reformasi 1998, dinilai dalam ancaman bahaya, serta didesak mundur akibat perilaku kekuasaan dan para elite politik.

"Perubahan sikap ini membuktikan dengan semakin jelas betapa pentingnya larangan politik dinasti dan nepotisme dalam Pemilu 2024.

Tak mudah bagi Jokowi untuk netral ketika anaknya berlaga dalam Pilpres 2024 mendatang," tegas Castro sapaan akrab Herdiansyah, Jumat (2/2).

Baca juga: Daftar Perguruan Tinggi yang Keluarkan Pernyataan Sikap Politik Jelang Pemilu 2024, Ingatkan Jokowi

"Intinya, kampus-kampus punya keresahan yang sama terhadap kekuasaan.

Puncaknya saat statement Jokowi soal boleh memihak dan kampanye. Letupan respon kampus-kampus bergulir meski tidak serentak. Tapi terus bergelombang," sambungnya.

Menurutnya, demokrasi Indonesia mengalami kemunduran pascaputusan cacat etik Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi jalan politik dinasti.

Keterlibatan aparatur negara yang menggadai netralitas, pengangkatan penjabat kepala daerah yang tidak transparan dan terbuka hingga cawe-cawe presiden dalam Pilpres membahayakan demokrasi.

Bahkan menurutnya, lembaga-lembaga negara telah dikooptasi oleh kekuasaan.

Lembaga negara yang lahir dari rahim reformasi seperti KPK dan MK, dikontrol sedemikian rupa hanya untuk memuaskan syahwat politik kekuasaan.

Padahal harus disadari, seluruh pejabat negara melanggar prinsip keadilan dalam pemilu berasaskan Langsung Umum Bebas Rahasia, Jujur, dan Adil bila aktif berkampanye.

Karena pejabat negara (presiden, menteri, kepala-kepala daerah), akan bisa mempengaruhi keadilan Pemilu melalui dua hal:

Pertama, fasilitas, seperti kebijakan, anggaran, dan dukungan administrasi serta protokoler pejabat. 

Kedua, pengaruh sebagai pemegang kekuasaan akan mempengaruhi netralitas birokrasi dan mengarahkan pemilih. 

Baca juga: Pernyataan Jokowi Presiden Boleh Memihak Menuai Kritik, Simak UU Membolehkan Presiden Kampanye

"Perlu dibedakan antara 'berpolitik' dan 'berkampanye', Presiden berhak berpolitik, tetapi ia tidak diperbolehkan untuk berkampanye.

Situasi ini menuntut tanggungjawab kita untuk bersikap. Sebab berdiam diri dan membisu sama seperti membunuh moralitas intelektual kita," kritik Castro.

Jelang Debat Pilpres yang akan digelar Minggu (7/1/2024), Presiden Jokowi diketahui makan malam bersama Prabowo Subianto di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/1).
Jelang Debat Pilpres yang akan digelar Minggu (7/1/2024), Presiden Jokowi diketahui makan malam bersama Prabowo Subianto di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/1). (IST)

Sedangkan nepotisme dan politik dinasti yang demikian parah, serta 'cawe-cawe' politik yang dilakukan tanpa etik dan rasa malu, baru terjadi pada masa pemerintahan Jokowi

Pernyataan Jokowi seakan memberi landasan hukum bagi sesuatu yang sebenarnya tidak etik dan melanggar asas keadilan dalam Pemilu sesungguhnya.

Mestinya, sebagai presiden, Jokowi harus membiarkan semua berproses sesuai aturan main yang ada, tanpa perlu membuat pernyataan yang membenarkan perilaku yang melanggar etik dan hukum.

Deklarasi Universitas Indonesia

Dari Jakarta, Dewan Guru Besar dan Sivitas Akademika Universitas Indonesia (UI) melakukan gerakan moral dengan menggelar deklarasi kebangsaan di Gedung Rektorat UI, Jumat (2/2).

Ketua Dewan Guru Besar UI Prof Harkristuti Harkrisnowo merasa prihatin karena tatanan hukum dan demokrasi di Indonesia telah hancur.

Sebab, di Pemilu 2024 ini etika bernegara dan bermasyarakat telah hilang karena banyak terjadi kasus korupsi dan nepotisme.

Baca juga: Sinyal Mahfud MD Mundur? Pratikno Bongkar Isi Pertemuan dengan Cawapres Ganjar, Minta Bertemu Jokowi

"Telah menghancurkan kemanusiaan, dan merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup," ujarnya.

Tuti mengatakan apa yang terjadi saat ini sudah membuat resah karena sikap dan perilaku para pejabat,  elit politik serta hukum yang  mengingkari sumpah jabatannya.

Ia menilai para pejabat negara memilih untuk menumpuk harta pribadi, dan membiarkan negara tanpa tatakelola dan digerus  korupsi, yang memuncak menjelang Pemilu

"Kami cemas kegentingan saat ini  akan bisa menghancurkan masa depan bangsa dan ke-Indonesiaan," ungkapnya.

Oleh karena itu, Tuti mengajak seluruh Sivitas Akademik Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia untuk merapatkan barisan.

"Menuntut agar semua ASN, Pejabat Pemerintah, TNI dan Polri dibebaskan dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon.

Menyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh tanah air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan  pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing," tambahnya.

Deklarasi dari Unhas

Sedangkan dari Makassar, Forum Guru Besar dan dosen Unhas juga menyatakan sikap melihat kondisi demokrasi di Indonesia.

Prof Dr Ir Triyatni Martosenjoyo MSi memimpin deklarasi Unhas Bergerak Untuk Demokrasi di depan Rektorat Unhas pada Jumat (2/2)

Para guru besar Unhas ini membuka deklarasi menyanyikan lagu "Padamu Negeri".

Mereka mengingat perjuangan demokrasi untuk persatuan Indonesia.

Baca juga: Bocoran Isi Obrolan Presiden Jokowi dan Mahfud MD saat Sampaikan Surat Mundur dari Menkopolhukam

"Setelah mencermati perkembangan rangkaian pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024, tata kelola pemerintahan, serta kehidupan demokrasi secara nasional, maka Forum Guru Besar dan Dosen Unhas Makassar mengeluarkan pernyataan sikap," ujar Prof Triyatni Martosenjoyo.

Pertama, senantiasa menjaga dan mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 dalam pelaksanaan Pemilu sebagai instrumen demokrasi.

"Kedua mengingatkan Presiden Jokowi, dan semua pejabat negara, aparat hukum dan aktor politik yang berada di kabinet presiden untuk tetap berada pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial serta rasa nyaman dalam berdemokrasi," tegas Prof Triyatni

Ketiga, meminta KPU, Bawaslu serta DKPP selaku penyelenggara pemilu agar bekerja secara profesional dan bersungguh-sungguh sesuai peraturan yang berlaku.

Penyelenggara Pemilu senantiasa menjunjung tinggi prinsip independen, transparan, adil, jujur, tidak berpihak, dan teguh menghadapi intervensi pihak manapun.

"Keempat menyerukan kepada masyarakat dan elemen bangsa secara bersama sama mewujudkan iklim demokrasi yang sehat dan bermartabat untuk memastikan pemilu berjalan secara jujur, adil, dan aman agar hasil Pemilu dan Pilpres 2024 mendapat legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat," lanjut Prof Triyatni.

Petisi Bulaksumur

Presiden Jokowi yang panen kritikan bermula dari Guru Besar Universitas Gajah Mada dan sivitas akademika yang menyoroti kepemimpinannya melalui Petisi Bulaksumur. 

Petisi tersebut dibacakan oleh Prof Koentjoro sebagai perwakilan sivitas akademika Universitas Gajah Mada di Balairung UGM, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (31/1).

“Kami menyesali tindakan-tindakan menyimpang yang baru saja terjadi di masa pemerintahan Presiden Jokowi yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM),” ujar Prof Koentjoro membacakan petisi.

Baca juga: 9 Pantun Butet Kertaredjasa yang Viral, Dipakai untuk Sindir Jokowi di Acara Kampanye Ganjar-Mahfud

“Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan.

Pernyataan kontradiktif Presiden Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi,” lanjut guru besar psikologi UGM itu.                               

Menurut Koentjoro, petisi dari civitas akademika Universitas Gajah Mada disampaikan setelah mencermati banyaknya penyimpangan prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial.

Menyusul Petisi Bulaksumur dari UGM, sejumlah kampus lain ramai-ramai mulai menyuarakan kritik terhadap Presiden. Seperti Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. 

Kemudian kemarin dari Jakarta, sivitas akademika Universitas Indonesia (UI), dari Padang, Universitas Andalas dan dari Banjarmasin, Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) juga melayangkan kritik kepada Jokowi.

Hari ini, Sabtu (3/2), Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung menggelar agenda Seruan Padjajaran dengan tema Selamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Beretika dan Bermartabat di Gerbang Utama Kampus Dipati Ukur

Selain Unpad, Universitas Muhammmadiyah Yogyakarta  juga mengundang seluruh sivitas akademika untuk berkumpul di Bundaran Air Mancur, Bundaran AR Fachruddin UMY dengan acara bertema Mengawal Demokrasi Indonesia Berkeadaban.

Baca juga: BIODATA Mahfud MD, Menkopolhukam yang juga Cawapres Ganjar Pranowo di Pilpres, Akan Pamit ke Jokowi

Respons Jokowi

Sementara itu Jokowi tidak banyak komentar menyikapi pernyataan yang dikeluarkan oleh sivitas akademika UGM dan UII. 

Presiden Jokowi yang didampingi Penjabat Gubernur Jateng, Nana Sudjana dan Bupati Wonogiri, Joko Sutopo tak banyak bicara saat dimintai tanggapannya di Pasar Kota Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis (1/2) lalu. 

"Itu hak demokrasi ya,” ujar Jokowi sambil tersenyum kecil. Mantan Gubernur DKI dan Wali Kota Solo itu terus berlalu meninggalkan wartawan untuk menyapa pedagang dan warga yang berada di Pasar Kota Wonogiri.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menilai kritikan terhadap Presiden Jokowi adalah vitamin untuk melakukan perbaikan.

Ari menilai, perbedaan pendapat dan pilihan politik adalah sesuatu yang wajar, terlebih terjadi jelang Pemilu. (uws/tribunnetwork)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved