Nunukan Memilih

Akademisi Universitas Borneo Tarakan Tanggapi Praktik Money Politic di Nunukan: Belum Tentu Terpilih

Akademisi dari Universitas Borneo Tarakan beri tanggapan pada praktik money politic yang masih terjadi pada perhelatan Pemilu 2024 di Nunukan.

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
HO / Mumaddadah
Akademisi Fakultas Hukum, Universitas Borneo Tarakan, Mumaddadah 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Akademisi dari Universitas Borneo Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) beri tanggapan pada praktik money politic (politik uang) yang masih terjadi pada perhelatan Pemilu 2024 di Kabupaten Nunukan.

Seperti diberitakan sebelumnya kasus money politic yang menjerat seorang Caleg ( calon legislatif) DPRD Nunukan berjenis kelamin perempuan inisial SR (22) masih bergulir penyidikannya di Polres Nunukan.

Menurut Akademisi Fakultas Hukum, Universitas Borneo Tarakan, Mumaddadah praktik money politic yang dilakukan seorang Caleg belum bisa menjamin untuk terpilih nantinya.

Sementara konsekuensi hukum yang bakal dihadapi Caleg bila terbukti melakukan praktik money politic jauh lebih berat.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Nunukan 5,24 Persen, BPS Minta Pemkab Segera Transformasi ke Sektor Pertanian

"Belum tentu terpilih kalau pakai cara politik uang. Sudah keluarkan biaya besar lalu jadi temuan dan terbukti sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bisa dipenjara, ada denda, bahkan diskualifikasi. Kalau kasus yang ditangani Polres Nunukan itu Pasal 521 yang menjerat, ancaman penjara 2 tahun dan denda maksimal Rp24 juta," kata Mumaddadah kepada TribunKaltara.com, Senin (22/01/2024), sore.

Ada beberapa pasal yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku politik uang diantaranya Pasal 278, 280, 284, 515, dan 523 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Sanksi yang menunggu pelanggar bervariatif mulai dari sanksi pidana penjara 3 sampai 4 tahun hingga denda mulai Rp36 juta sampai Rp48 juta dan tentunya diskualifikasi bagi pelaku.

Menurutnya, masifnya politik uang yang terjadi pada setiap perhelatan Pemilu bukan hanya menjadi tanggungjawab penyelenggara Pemilu melainkan semua lapisan masyarakat, termasuk pemerintah daerah.

"Politik uang itu cara instan seorang Caleg agar bisa terpilih pada hari pencoblosan. Padahal tidak efektif. Dia harus mengeluarkan kos politik lebih besar. Sehingga ketika sudah menjabat yang harusnya konsentrasi pada kebutuhan di daerah konstituen, jadi lupa," ucapnya.

Baca juga: Tiga Bulan Kemarau, Pendapatan Pengusaha Air Tangki dan Galon di Nunukan Meningkat

Dia meminta kepada masyarakat agar lebih bijak dalam menentukan sosok yang dipilih untuk menjadi wakil di pemerintahan.

"Masyarakat harus pintar. Katakanlah Rp500 ribu biaya politik uang per orang. Lima tahun ada 60 bulan. Rp500 ribu dibagi 60 bulan sekira Rp8.300 lalu dibagi lagi 30 hari berarti sehari hanya 276 rupiah. Otomatis sarana prasarana yang dibutuhkan di daerah konstituen tidak maksimal," ujarnya.

Penulis: Febrianus Felis

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved