Pilpres 2024

Koalisi Masyarakat Sipil Beber Berbagai Kecurangan Pemilu, Sebut Semua Paslon Terindikasi Curang

Tidak pandang siapapun paslon dalam Pilpres 2024, Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pemilu Curang sebut semua paslon terindikasi melakukan kecurangan.

KOMPAS/WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Peneliti bidang hukum Themis Indonesia, Hemi Lavour; pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari; dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim saat konferensi pers pemaparan temuan kecurangan pemilu oleh Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pemilu Curang di Jakarta, Kamis (22/2/2024). 

Tak hanya Nasdem dan PKB, partai pendukung calon lainnya seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai Amanat Nasional (PAN) juga diduga melakukan kecurangan.

Metode pelanggaran cukup beragam, antara lain lewat keberpihakan aparatur desa dan penyelenggara negara, politik uang, penyalahgunaan fasilitas negara, serta manipulasi suara.

”Dugaan kecurangan umumnya berkaitan dengan netralitas pejabat. Sebanyak 34 persen temuan kecurangan berkaitan dengan netralitas kepala desa,” terang Hemi.

Selain pelaku, indikasi kecurangan juga terjadi saat pemantauan tempat pemungutan suara (TPS).

Baca juga: Dugaan Pilpres Curang, Mahfud MD Singgung Kewenangan Mahkamah Konstiusi: Pemilihan Ulang Atau Batal

Capres Nomor Urut 1, Anies Baswedan (kiri) dan Cawapres Nomor Urut 3, Mahfud MD (kanan) dimintai komentar soal bergabungnya timses untuk mengusut kecurangan.
Capres Nomor Urut 1, Anies Baswedan (kiri) dan Cawapres Nomor Urut 3, Mahfud MD (kanan) dimintai komentar soal bergabungnya timses untuk mengusut kecurangan. (Kolase TribunKaltara.com)

Terdapat inkonsistensi syarat untuk menggunakan hak suara, seperti yang terjadi di TPS 09 Parang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan; TPS 16 Dalung, Serang, Banten; dan TPS 12 Penkase Oeleta, Alak, Nusa Tenggara Timur.

Hal ini berdampak pada pemilih yang pulang dan tidak menggunakan hak suaranya.

Ada pula petugas pemungutan suara yang melarang warga dan pemantau memotret C1, TPS yang tidak menyediakan daftar hadir, dan pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali.

Berbagai kondisi ini, lanjut Hemi, diperparah dengan hasil pemindaian C1 di Sirekap—aplikasi berbasis digital yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendokumentasikan hasil penghitungan suara di TPS—yang tidak sesuai dengan C1 dari lapangan.

Di TPS 01 Glumpang Tutong, Meureudu, Pidie Jaya, Aceh, misalnya, ditemukan dugaan C1 hasil pemantauan TPS yang berbeda dengan C1 dalam Sirekap.

Suara dari salah satu pasangan calon malah beralih atau menggelembung untuk calon lainnya.

”Penghitungan pertama (di TPS) dan Sirekap berbeda. Ada dokumen C1 yang di-tipex yang mengubah jumlah perolehan suara. Ini perusakan terhadap form C1 dan pelanggaran pidana karena tidak memenuhi syarat rekapitulasi,” jelasnya.

Sejak Hulu

Menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, penyelenggaraan pemilu sudah bermasalah sejak di hulu.

Karena itu, prosesnya di hilir seperti pemungutan suara tentu bermasalah.

Fenomena dugaan kecurangan, lanjutnya, dinilai sudah memenuhi elemen terstruktur, sistematis, dan masif. Terstruktur karena melibatkan skenario pejabat penyelenggara negara yang secara sistematis membentuk alur dugaan kecurangan.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved