Wawancara Eksklusif
Pengamat Politik Undip Dr Fitriah MA: Tiga Modal bagi Caleg Bisa Populer dan Terpilih di Pemilu 2024
Modalitas bagi kandidat calon legislatif (caleg) yang akan maju di Pemilu sebetulnya ada tiga, ada modal politik, modal ekonomi, dan modal sosial.
TRIBUNKALTARA.COM - Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 sudah semakin dekat. Atmosfer perpolitikan juga semakin terasa.
Belum lama ini Mahkamah Konstitusi (MK) juga kembali memutuskan bahwa Pemilu 2024 tetap akan dilakukan dengan sistem proporsional terbuka.
Dosen FISIP Universitas Diponegoro atau Undip Semarang sekaligus Pengamat Politik, Dr Fitriah MA menilai ada pergeseran identifikasi dalam sistem proporsional terbuka.
“Kalau dulu identifikasi partai artinya orang itu terikat oleh partai oleh ideologi atau platform partai.
Kemudian mulai tergeser lagi, karena partai dianggap tidak lagi bekerja keras karena digantikan oleh personal-personal ( caleg ),” kata Dr Fitriah MA dalam talkshow dengan Tribun Kaltim.
Lalu apakah Pemilu dengan sistem ini memilki proporsi yang adil dan menguntungkan bagi masyarakat atau hanya menjadi peluang bagi partai dan caleg bermodal?
Berikut petikan wawancara bersama Dr Fitriah MA dalam talkshow Mata Lokal Memilih dalam episode "Pemilu Proporsional Terbuka Peluang Bagi Caleg Bermodal".
Baca juga: MK Putuskan Pemilu 2024 Proporsional Terbuka, Ketua Demokrat Kaltara Yansen: Keputusan Tepat
Bagaimana pandangan soal pemilu sistem proporsional terbuka?
Sistem Pemilu kita itu kan konsisten di proporsional yang murni itukan mulai 2004.
Namun sejak 2009 mulai ada sistem perekayasaan dengan menambahkan (sistem) ‘terbuka’.
Terbuka itu artinya pemilih diberi kesempatan tidak hanya memilih partai tetapi juga bisa memilih caleg secara langsung.
Kemudian jika semula berdasarkan nomor urut seperti kehendak partai, menjadi ada sumbangsih dari pemilih dengan menentukan suara terbanyak di antara caleg dalam satu partai.
Sistem Pemilu tentu ada keuntungan dan juga risiko.
Salah satu risiko yang diperbincangkan memang menggeser identifikasi partai menjadi identifikasi kandidat.
Karena proporsional terbuka itu partai berhenti pada pencalonan sementara, pasca itu, kampanye masing-masing kandidat, di sinilah kita semakin memperhatikan kepentingan modalitas.
Artinya caleg yang mempunyai potensi dana berpengaruh?
Ya betul. Modalitas bagi caleg sebetulnya ada tiga, ada modal politik, modal ekonomi, dan modal sosial.
Modal sosial itu sudah jauh disiapkan orang dengan banyak jaringan, terus modal politik itu posisi bagaimana popularitas dia.
Ada juga modal ekonomi.
Baca juga: Hasil Putusan MK: Pemilu 2024 Sistem Proporsional Terbuka, Denny Indrayana Bakal Dilaporkan
Nah ini idealnya bergabung atau ada satu yang menonjol. Kalau si kandidat punya modal sosial itu akan mengurangi modal ekonominya.
Tetapi ini juga memberikan jalan bagi siapapun yang memiliki modal ekonomi besar itu mengalahkan dua modal tadi.
Itu yang kemudian akhirnya kita menemukan orang-orang kaya tadi banyak terpilih.
Karena mereka mampu membiayai proses-proses. Jadi kalau semula itu menjadi gerbong partai sekarang menjadi kandidat perorangan.
Mereka membentuk tim sukses sendiri dan dibiayai sendiri dan tidak menutup kemungkinan kemudian, karena ada juga perilaku-perilaku politik uang selain cost politic, uang yang wajar dan ada juga uang yang tak wajar.
Seakan-akan partai hanya jadi kendaraan untuk maju sebagai caleg?
Ya terjadilah pergeseran tadi. Kalau dulu identifikasi partai artinya orang itu terikat oleh partai oleh ideologi atau platform partai.
Kemudian mulai tergeser lagi, karena partai dianggap tidak lagi bekerja keras karena digantikan oleh personal-personal.
Sehingga kemudian identifikasi kepada kandidat. Ini yang juga menyuburkan politik uang, karena kandidat tentu ada kesulitan untuk menyampaikan visi misi partai, karena akan sama dengan temannya yang satu partai.
Baca juga: Tanggapan Ketua KPU Kaltara Suryanata terkait MK Putuskan Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka
Jadi ada persaingan caleg di internal partai?
Mau tidak mau. Mereka menciptakanlah strategi sendiri mendekatkan kepada pemilih.
Barangkali cara paling dianggap strategis dan menjadi pilihan atau menjadi risiko yang paling kecil untuk tidak dipilih dengan cara politik uang.
Jadi ada situasi bergayung sambut antara pemilih yang katanya ada kekecewaan bertumpuk, karena kandidat itu janjinya banyak ketika terpilih belum tentu janji itu dilaksanakan.
Sehingga kemudian mereka mau dibayar cash aja. Dan itu terjadi dalam sistem proporsional terbuka, itu salah satu kelemahan dalam sistem ini.
Bagaimana dengan partai politik, ketika kandidatnya terpilih?
Partai politik adalah organisasi yang memiliki sifat dasar itu untuk merebut kekuasaan.
Itu yang membedakan dengan organisasi lain.
Akan tetapi dari sisi kelembagaan partai, sistem ini tidak mendorong ke arah itu.
Padahal kita berkepentingan dalam mendorong kelembagaan partai, jangan lupa partai politik adalah tiangnya demokrasi.
Partai politiklah kemudian menghubungkan antara kepentingan rakyat dengan kepentingan negara menangkap aspirasi, mengartikulasikan aspirasi, mengakreditasikan aspirasi.
Dan kemudian partai politik pula yang nanti akan menjadi corong negara untuk menyampaikan bahwa apa yang menjadi aspirasi mereka itu dijawab dengan kebijakan apa.
Jadi itu yang disebut dengan komunikasi politik, dia ada di antara itu.
Oleh karena itu kita butuh partai yang stabil, partai yang terlembaga, partai yang kemudian punya citra di mata pemilih jadi partai yang hadir dalam masyarakat.
Nah sistem terbuka ini ada kelebihan memberikan kesempatan masyarakat langsung memilih atau yang kita katakan tidak memilih kucing dalam karung.
Baca juga: Pemilu 2024 Proporsional Terbuka, Partai Demokrat Nunukan Ungkap Penyebab Praktik Money Politic
Tetapi untuk bisa sampai ke sana itu kita perlu kecerdasan untuk memilih.
Kita punya pemilih yang punya kapasitas kemampuan untuk selalu mengevaluasi siapa yang kemarin kita pilih dan bagaimana kerjanya.
Tetapi ketika karakteristik ini belum dominan, yang terjadi kan kemudian itu bisa dimobilisasi dengan cara transaksi-transaksi dengan uang.
Akibatnya kemudian orang yang punya fesyen di partai politik, sudah bekerja keras dan bahkan mungkin pengurus, dia jadi tidak populer karena tidak punya modal dan kalah dengan orang baru.
Makanya ditemukan partai yang buka pendaftaran calon baru, tapi tidak menyiapkan kader-kader yang dididik, fungsi kaderisasi ini jadi tidak penting.
Karena lebih mencari orang yang populer padahal mereka yang terpilih itu akan menjadi etalase partai, mereka yang mewakili partai mereka yang jadi figur partai.
Jadi anggap saja sebenarnya partai bisa dirugikan rakyat juga bisa dirugikan, karena yang dipilih dengan harapan janjinya tadi belum tentu diwujudkan.
Karena mereka bukan penentu, karena bagaimanapun dia terikat pada partai politiknya. (Muhammad Riduan)
Baca berita dan artikel menarik Tribun Kaltara lainnya di Google News
Universitas Diponegoro
Undip Semarang
Dr Fitriah
caleg
Pemilu 2024
Pemilu
sistem proporsional terbuka
| Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik Siap Kawal Pemilu 2024, Pastikan Kamtibmas Aman dan Minta ASN Netral |
|
|---|
| Menhub Bicara Terobosan di Ibu Kota Nusantara, Siapkan Transportasi Berteknologi Tinggi di Hutan IKN |
|
|---|
| Arsjad Rasjid, Ketua TPN Ganjar Bicara Strategi: Tanya Pak Jokowi, Apa yang Dibutuhkan Presiden |
|
|---|
| Arsjad Rasjid, Ketua TPN Ganjar Bicara Strategi: Ganjar dari Rakyat Biasa, Mengerti Perasaan Rakyat |
|
|---|
| Bupati Hamdam Bicara PPU Serambi Nusantara: Tidak Ada Dikotomi Wilayah IKN dan Daerah Sekitarnya |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltara/foto/bank/originals/Dr-Fitriah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.